.

.

Senin, 29 Agustus 2011

Mata Hati

Dia hanya tak ingin melarangmu,

dia hanya tak ingin kau merasa terkekang.

Dia hanya merasa rendah diri,

dia hanya butuh seseorang

yang mampu membuka matanya

dan meyakinkan bahwa dunia

tak seburuk yang dia kira.




Tahukah kau betapa dia

mengorbankan perasaannya

dari dulu terhadapmu?

Dia hanya tak ingin salah langkah,

dia takut kehilanganmu,

maka dia lebih memilih

untuk menghancurkan perasaannya.




Dia hanya merasa tak pantas untukmu,

karena kamu terlalu sempurna untuknya.

Dia hanya seseorang  yang malang,

yang butuh kau mengerti dan untuk dihargai

tentang perasaannya yang telah dia korbankan itu.





Dia tak meminta apa-apa darimu selain dicintai

dan dia ingin perasaannya kau jaga,

karena perasaannya yang hanya satu-satunya

telah dia korbankan untukmu.

Jangan sia-siakan dia,

mungkin hanya dia

yang melihatmu dari mata hatinya.

Karena dia buta.

Tak seperti mereka

yang hanya melihat indah luarmu

atau hartamu yang takkan abadi.




Dia hanya belajar

dari kesalahannya yang dulu



Sadarlah,

sadar!



Bahwa kau menyakiti hatinya!



Dia melihat dengan mata hatinya.




Jika hatinya kau lukai,

bagaimana dia bisa melihat lagi??

speechless...

Aku sadari kini aku tlah berubah menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Bagai terhipnotis, aku melepaskan semua prinsip. Aku melakukan apa saja untuk mengimbangi gaya hidupmu yang random, hanya agar bisa senantiasa bersamamu. Aku sering tak habis-habisnya berpikir, apakah ini yang kalian sebut kebersamaan? Bahkan masuk neraka pun bersama?
Aku selalu mendengarkan apa tiap-tiap kata yang keluar dari mulutmu. Kata-kata biasa, namun tersirat sebuah tuntutan. Bahwa aku harus begini, bahwa aku harus begitu. kau tak memaksaku? Ya. Tapi kau terpaksa berkata, "Aku tak memaksamu." Seakan cintakulah taruhannya. Aku ingin menjadi aku, dan dicintai sebagaimana diriku biasanya. Jangan cintai aku seperti apa yang kau ingin lihat, namun cintailah aku yang aku.
Aku selalu mendengarkan apa tiap-tiap kata yang keluar dari mulutmu. Namun, kau? Setiap kata-kataku bagaikan  udara. Setiap saat ada namun tak pernah kau rasa. Sedikitpun kau tak mengerti betapa pentingnya permintaanku.
Kau selalu berceloteh tentang masa depan. Tapi apa yang bisa kita perbuat sekarang jika kau selalu bersenang-senang? Sejak pagi hingga pagi, selalu melakukan hal yang itu-itu saja, lalu berfoya-foya.

Kamis, 14 Juli 2011

Hubungan golongan darah dengan Sifat individunya

Golongan darah A
  1. Biasanya orang yang bergolongan darah A ini berkepala dingin, serius, sabar dan kalem atau cool, bahasa kerennya.
  2. Orang yang bergolongan darah A ini mempunyai karakter yang tegas, bisa di andalkan dan dipercaya namun keras kepala. 
  3. Sebelum melakukan sesuatu mereka memikirkannya terlebih dahulu. Dan merencanakan segala sesuatunya secara matang. Mereka mengerjakan segalanya dengan sungguh-sungguh dan secara konsisten.
  4. Mereka berusaha membuat diri mereka se wajar dan ideal mungkin.
  5. Mereke bisa kelihatan menyendiri dan jauh dari orang-orang.
  6. mereka mencoba menekan perasaan mereka dan karena sering melakukannya mereka terlihat tegar. Meskipun sebenarnya mereka mempunya sisi yang lembek seperti gugup dan lain sebagainya.
  7. Mereka cenderung keras terhadap orang-orang yang tidak sependapat. Makanya mereka cenderung berada di sekitar orang-orang yang ber'temperamen' sama.




Golongan darah B
  1. Orang yang bergolongan darah B ini cenderung penasaran dan tertarik terhadap segalanya.
  2. Mereka juga cenderung mempunyai terlalu banyak kegemaran dan hobby. Kalau sedang suka dengan sesuatu biasanya mereka menggebu-gebu namun cepat juga bosan.
  3. Tapi biasanya mereka bisa memilih mana yang lebih penting dari sekian banyak hal yang di kerjakannya.
  4. Mereka cenderung ingin menjadi nomor satu dalam berbagai hal ketimbang hanya dianggap rata-rata. Dan biasanya mereka cenderung melalaikan sesuatu jika terfokus dengan kesibukan yang lain. Dengan kata lain, mereka tidak bisa mengerjakan sesuatu secara berbarengan.
  5. Mereka dari luar terlihat cemerlang, riang, bersemangat dan antusias. Namun sebenarnya hal itu semua sama sekali berbeda dengan yang ada didalam diri mereka. 
  6. Mereka bisa dikatakan sebagai orang yang tidak ingin bergaul dengan banyak orang.




Golongan darah O
  1. Orang yang bergolongan darah O, mereka ini biasanya berperan dalam menciptakan gairah untuk suatu grup. Dan berperan dalam menciptakan suatu keharmonisan diantara para anggota grup tersebut.
  2. Figur mereka terlihat sebagai orang yang menerima dan melaksakan sesuatu dengan tenang. Mereka pandai menutupi sesuatu sehingga mereka kelihatan selalu riang, damai dan tidak punya masalah sama sekali. Tapi kalau tidak tahan, mereka pasti akan mencari tempat atau orang untuk curhat (tempat mengadu).
  3. Mereka biasanya pemurah (baik hati), senang berbuat kebajikan. Mereka dermawan dan tidak segan-segan mengeluarkan uang untuk orang lain.
  4. Mereka biasanya di cintai oleh semua orang, "loved by all". Tapi mereka sebenarnya keras kepala juga, dan secara rahasia mempunyai pendapatnya sendiri tentang berbagai hal.
  5. Dilain pihak, mereka sangat fleksibel dan sangat mudah menerima hal-hal yang baru.
  6. Mereka cenderung mudah di pengaruhi oleh orang lain dan oleh apa yang mereka lihat dari TV.
  7. Mereka terlihat berkepala dingin dan terpercaya tapi mereka sering tergelincir dan membuat kesalahan yang besar karena kurang berhati-hati. Tapi hal itu yang menyebabkan orang yang bergolongan darah O ini di cintai.




Golongan darah AB
  1. Orang yang bergolongan darah AB ini mempunyai perasaan yang sensitif, lembut.
  2. Mereka penuh perhatian dengan perasaan orang lain dan selalu menghadapi orang lain dengan kepedulian serta kehati-hatian.
  3. Disamping itu mereka keras dengan diri mereka sendiri juga dengan orang-orang yang dekat dengannya.
  4. Mereka jadi cenderung kelihatan mempunyai dua kepribadian.
  5. Mereka sering menjadi orang yang sentimen dan memikirkan sesuatu terlalu dalam.
  6. Mereka mempunyai banyak teman, tapi mereka membutuhkan waktu untuk menyendiri untuk memikirkan persoalan-persoalan mereka.




dikutip dari indospiritual.com

Selasa, 12 Juli 2011

My Song

Dia
by Viryzelle

Intro

Song :
Oh mungkinkah dia akan mengerti tentang rasa ini?
Oh akankah dia 'kan sadari dan membalas rasa ini?

Reff 1:
Aku mengenal dia dalam suatu masa, oooooooh..
Ku lihat garis wajahnya seiring hentakan drum yang membuatku hanyut dalam garis wajahnya,
Ku tau ku jatuh cinta, ooooh..

Intro
Back to Song
Back to Reff 1
Melody

Back to Reff 1

Reff 2 :
Aku mengenal dia dalam suatu masa, oooooooh..
Ku rasakan hangat genggamannya seiring melodi yang tak mengerti,
dan aku sadari semua, ku hanya teman terbaiknya, ooooh..

Intro 2x




About this song...

Lagu ini dibuat oleh Olyvia Virtuosa Kazalie pada bulan November 2009. Menceritakan tentang seorang cewek yang jatuh cinta pada seorang cowok pertama kali saat melihatnya bermain drum. Dalam lagu ini diceritakan bahwa si cewek hanya memendam perasaan dan berharap agar si cowok mengerti, karena cowok ini tak lain hanyalah sahabatnya. "Melodi yang tak ku mengerti" di sini maksudnya adalah aliran musik metal. Haha, agak lebay, tapi seenggaknya kata itulah yang bisa menggambarkan tentang musik metal :p
Intinya sih ni lagu sedih. Tapi jangan sedih, coz lagunya coming soon bakal direkam, ok ;)

Kamis, 07 Juli 2011

Alles ist nicht klar!

Tut mir leid, weil ich Japanisch nicht sprechen kann. Ich mag das NICHT, aber ich lass’ dich das mögen. Ich bin eifersüchtig, wenn du über deine Freunde diskutierst, besonders deine Freundinnen, denen japanische Dinge gefallen, und die in der Japanischabteilung studieren.
Weißt du, dass ich japanische Kultur eigentlich nicht hasse? Ich hasse nur die Leute, die andere Kultur nicht respektieren. Vielleicht findest du deutsche Kultur nicht genauso interessant wie japanische, aber sag mir das nicht!
Wir sind anders, wie Nordpol und Südpol…
Ihr seid cool : eure Lieder, eure Kultur, eure Porno-Filme….
Aber seid nicht hochmütig!
Lass' mich nach Deutschland fliegen, wenn du keine deutsche Dinge magst!
Obwohl ich Japanisch nicht versteh', versuche ich das zu mögen. Wenn du mich liebst, lieb'  doch alles über mich! Ich kann Japanisch sprechen, wenn ich möchte. Aber ich spreche lieber Deutsch.
Du hast gesagt, dass ich Scheiße ist. Vielleicht ist mein Deutsch schlecht, und ich spreche nur über Luft, über Scheiße.
Ich versteh' kein Wort mehr aus deinem Mund. Ist es besser wenn ich geh'?

Tips supaya Langgeng sama Pacar :D


Tak ingin hubungan cinta kandas di tengah jalan? Perhatikan hal-hal yang ga boleh dan boleh dilakukan ini :

DON'Ts

1. Mempermasalahkan hal kecil
Jangan rusak kebahagiaan kita dan pasangan dengan hobi ngambek kita. Jangan gara-gara si dia terlambat lima menit saat makan malam, kencan jadi berantakan. Lebih baik simpan energi untuk berdiskusi , tertawa dan berbagi kebahagiaan bersamanya. Merajuk dan marah boleh aja, namun alasannya haruslah kuat.


2. Menghukum
Sebuah hubungan yang baik tidak berisi dendam atau hukuman. Justru hubungan akan lebih kuat jika kita dan pasangan bisa saling mengerti satu sama lain, dan saling memaafkan. menghukum pasangan hanya akan memberi jarak pada kita dan pasangan. Tanpa disadari, hubungan yang dijalani semakin lama semakin renggang.


3. Membahas kesalahan masa lalu
Saat kita memutuskan untuk memaafkan, maka hal tersebut harus benar-benar dilakukan. Jangan sampai kita membahas kesalahan masa lalu pasangan untuk menyerangnya jika sedang beradu argumen. Itu hanya akan membuat pasangan kita jengah dan merasa dipojokkan. Padahal permintaan maaf tulus sudah meluncur dari bibirnya. Hubungan bisa jadi berantakan.


DO's

1. Jujur
kalo ada yang kita ga suka terhadap si dia, lebih baik katakan. Dengan begitu, ga perlu ada yang ditutup-tutupi dalam hubungan. Bukan hanya dalam aspek ini, kita pun perlu jujur alias jadi diri sendiri. Ga perlu macem-macem untuk membuat dia senang, hanya menjadi diri sendiri dan mencintanya setulus hati adalah yang wajib kita lakukan. Jujur adalah hal yang terpenting. Ketidakjujuran sedikit demi sedikit akan jadi bom waktu yang bisa meledak kapan aja.


2. Saling pengertian
Pas pacar lagi sibuk dengan pekerjaannya dan ga bisa hubungin kita, cobalah untuk ga marah dan tetap mendukungnya. Bisa dalam bentuk SMS atau dengan sikap pun udah cukup kok.
Kalo ada kelemahan dari sang pacar, bijaklah menghadapinya. Bisa jadi kita adalah kebalikan dari sifat dia itu. Cobalah untuk melengkapinya dan siapa tau  kelemahannya bisa mempererat hubungan kalian berdua. Terimalah dia apa adanya kalo lo mau dia nerima lo apa adanya.


3. Komunikasi
Kalo emang lagi sibuk melakukan sesuatu hal, apa susahnya untuk memberi kabar? Bilang dengan jujur bahwa kita sedang melakukan hal ini atau hal itu, supaya dia ga khawatir dan was-was bahkan ber-negative thinking. Setidaknya komunikasi akan membuat dia tenang. Jangan mengatakan hal-hal yang menyakiti hatinya, dan usahakan agar kalimat SMS yang akan lo kirim ke dia untuk dibaca ulang sebelum dikirim, supaya lo bisa tau itu kata-kata pantes dan enak dibaca ga :)


4.Prinsip memberi
Jangan cuma bisanya nuntut doang. Berkacalah, apa yang udah kita beri ke dia. Apakah kita udah kasih yang terbaik kalo kita emang nuntut dia jadi yang terbaik. Prinsip memberi juga bisa ditunjukkan dengan memberi kejutan-kejutan kecil untuk pasangan. Ga perlu mahal. Sebuah lelucon garing yang bisa bikin dia ketawa pun cukup. Atau kasihlah benda-benda sepele yang bisa dia bawa ke mana-mana, itu malah kemungkinan besar dia simpen untuk mengingatkannya akan diri lo :D


5. Percaya
Percaya. satu kata simple yang sulit untuk diterapkan. Hubungan tanpa saling percaya adalah hubungan yang udah ga sehat. berikan pacar lo kepercayaan untuk menjalankan kehidupan sehari-hari, maka dia juga akan percaya sama lo. Tentunya, pegang dengan bijak kepercayaan yang udah dia kasih ke lo. Jangan sia-siain laaaah.. Dan menghadapi rasa tidak percaya yang mengarah ke posesif, lebih baik kita lihat pasangan kitanya aja, yang penting dia tetep setia sama kita kan ^.^



6. Hargai Privacy
Meskipun kamu dan pasangan terbuka, tapi tidak semua hal bisa dibicarakan berdua. Hargai juga privacy dia. Ada yang perlu lo ketahui dan ada yang sebaiknya jangan lo campuri. 



7. Maaf
Jangan gengsi untuk meminta maaf. Kalo kita dengan berani mengakui kesalahan di depan si dia, itu akan manjadi nilai plus di mata dia lho! Tapi inget, jangan sering-sering bikin kesalahan juga... dan jangan minta maaf untuk hal yang ga penting dan untuk kesalahan sama yang berulang-ulang, nanti permintaan maaf lo jadi ga ada maknanya lagi :/



Banyak sih hal-hal yang bikin langgeng hubungan. Tapi seenggaknya ini dulu deh aspek dasarnya. Hehe, gue pun masih belom khatam menerapkan ini semua, tapi pengalaman emang guru yang paling berguna. Semoga hubungan gue dan pasangan gue, dan hubungan lo-lo semua yang baca ni blog 'en pasangannya langgeng ya.... Amin :)



(dikutip dari berbagai sumber, dengan perubahan & ditambah pengalaman gue)

Kamis, 02 Juni 2011

Hidupku pun adalah sebuah keluhan

Kau yang di sana yang slalu ku nantikan. Maaf mungkin ini adalah (lagi) keluhan bagimu. Aku hanya ingin kau tau jika aku di sini menganggap itu adalah curahan biasa yang keluar dari dalam hatiku. Aku memang pengeluh bagimu. meskipun kau tau aku sudah kehilangan semuanya. Teman baikku, hartaku, posisiku, dan kini aku merasa aku telah kehilangan kamu. Kamu yang dulu selalu mengobatiku saat aku terluka, yang selalu membangunkanku di saat aku jatuh. Tapi kini semua itu hanya mitos, bahkan aku lupa jika dulu itu adalah kamu. terimakasih atas apa yang pernah kau berikan. Aku tau aku tak seperti masa lalumu yang selalu tegar menghadapi hidup, bahkan terlalu tegar sehingga dia pergi meninggalkanmu. Tapi aku berbeda, aku memang lemah, tanpa ataupun denganmu.
Aku memang pengeluh. Ya, aku sadar.
Aku memang tak pantas begini.
Padahal kau harus tau, di saat aku berkicau padamu, mungkin aku hanya karena tak ada bahan pembicaraan sehingga aku mengeluhkan hal yang tak semestinya ku keluhkan. Tapi ternyata diriku ini saja memang adalah sebuah keluhan. Maaf.
Sekarang kau tak sehangat dulu. Aku sadar akan hal itu.
Aku ini mungkin hanya seonggok sampah yang mengotori pikiranmu. Buang aku!
Ku mohon buang aku, jika itu bisa membuatmu tenang.
Kau tau mengapa aku berkata ini padamu dan semua keluhan-keluhanku padamu, hanya padamu?
Karna ku kira kau adalah orang yang paling tepat yang pantas untuk ku curahkan.
Karna ku kira kau akan selalu bersamaku.
Karna ku kira kau adalah pengobatku.
Karna ku kira kau adalah semua yang aku punya.
Karna bagiku kau bisa menggantikan itu semua.
Tapi, menyakitkan memang jika kita mengganggap seseorang tapi ternyata dia tak seperti bagaimana kita menganggapnya. Atau.mungkin lebih parah lagi, dia tak menganggap kita seperti bagaimana kita menganggapnya.
Teman baikku, yang menganggapku bukan teman baiknya.
Ayahku pun, kau tau sendiri bagaimana dia menilaiku.
Dan kamu?
Kau tau, apapun yang kau lakukan aku selalu baik menilaimu. Aku selalu terima kau apa adanya. meskipun kau mungkin tak lebih baik dari mereka. Meskipun ada kekuranganmu yang membuat aku merana, atau sedih karenanya.
Tapi aku selalu terima, dan tak berusaha untuk membuatmu berubah menjadi bayangan yang aku inginkan.
Tapi aku selalu salah di matamu.
Apapun yang aku lakukan mungkin hanya kejelekan di matamu.
Aku jelek, aku bodoh, aku tak berguna.
Sepanjang jalan ini, aku selalu berubah demi mendapatkan apa yang kamu inginkan.
Apa aku pernah mengeluh?
Apa aku pernah berlari saat kau ada masalah?
Apa aku pernah mendua?
Apa aku tak mengimbangimu?
Sayang kau menilaiku salah...
Kau menilaiku salah??
Maaf,


aku salah menilaimu.

28. 05. 11 (22:41)

Liebes mein Tagebuch,

Diese Nacht bin ich sehr traurig. Ich hab' Geburtstag morgen Morgen. Ich hoffe nicht, dass jemand mir ein Geschenk geben wird. Ich wünsche mir nur, dass mein geliebter Freund mich führt, zu beten.
Aber, was passiert dann jetzt?
Er öffnet sein Facebook immer. Er machte das seit heute Morgen.
Warum denn? Sieht er Facebook eines schönen Mädchens?
Ich weiß ja, dass ich nicht so schön bin. Aber, hat er kein Gehirn? Jetzt ist er neben mir nicht, obwohl ich in seinem Haus bin. Ich bin ebenso wie ein Mädchen, das dumm ist. Und er ist ebenso wie ein Mann, der keine andere wichtigere Sache hat zu tun.
Ich weiß noch nicht genau, ob mein Geburtstag schön sein wird, oder nicht. Ich glaub', dass mein Geburtstag in diesem Jahr der schlechtene Geburtstag ist, was mir je passiert ist. Ich wünsche mir eine Geige. Mein  Gott, werde ich sie haben.....? :(
Ach, hier ist mir langweilig... Ich finde, dass er mich nicht so sehr liebt. Manchmal finde ich ihn nicht so ehrlich. Er ist ja ein bisschen kokett an anderen Mädchen!

Selasa, 24 Mei 2011

Ku harap ini hanya Cerpen!

Terkatung aku berjalan pulang. Sedari tadi aku bertanya-tanya bagaimanakah caranya menutup mulut orang yang selalu mengomentari aku. Caraku, gayaku. Dan orang itu adalah teman-temanmu sendiri.
Aku hanya tak habis pikir, bagaimana mereka bisa memanggilku teman sedangkan mereka hanya bisa mengkritikku. Seakan berusaha mengubahku menjadi gambaran yang mereka inginkan.
Hey, aku juga ingin cantik! Aku hanya merasa kurang cocok saja waktunya, ku pikir terlalu merepotkan memang jika harus feminin setiap saat. Tapi, seakan merupakan suatu kesalahan besar jika aku tidak feminin. Bahkan orang yang aku cinta dan mencintaiku juga berpikir begitu.
Sedikit ber-wedges, berambut panjang, dan berpantat besarkah yang ingin mereka lihat?
Aku rasa itu tak perlu untuk menjadi seorang teman, bahkan pacar.

Rabu, 06 April 2011

Apapun deh!

Halaaaaahhhh, cuape nya ni hari. Ngerjain tugas, rapat BEM, kuliah, main gitar, nyanyi, makan, napes… Apapun deh! Yang jelas gue lagi bingung tentang apa sih arti hadir seorang pacar yang sebenernya. Gara2 kemaren gue ribut kecil sama dia d SMS, gue jadi rada kecewa gitu ama dia, ya abisnya dia kagak mau cerita apa yang terjadi sama dia. Kan gue jadi kesinggung, kesannya gue kagak beguna banget gitu jadi pacar. Bagi gue sih pacar itu tempat gue nyalurin naluri gue untuk menyayangi seseorang, memenuhi keinginan gue untuk disayangi, n tempat gw nyurahin semua unek, mau yang sedih atau yang seneng (alias curhat).
Tapi apa daya, mungkin hal yang ini dia kagak mercayain gue kali yak makanya dia kagak cerita. yaaa, jujur sih gak semua juga hal gue ceritain ke dia. Mungkin tentang ketek gue yang bau atau selalu basah saat udara panas dengan bau yang amsyong sih gue cerita, tapi ada beberapa hal yang menurut gue belum pantas atau mungkin memang tidak HARUS untuk di ketahui.
Bagi gue (sekarang), pacar itu adalah proyek masa depan. Cinta gue ke dia adalah investasi masa depan. Seengaknya gue menanam investasi itu sedikit demi sedikit, di samping gue juga belajar untuk bersikap dewasa dari pembelajaran gue selama berpacaran sama cowok sebelum dia. Pacaran yang gak serius bagi gue adalah salah satu hal yang wasting time, dan cowok yang gak setia atau gak serius pun adalah hama yang sangat mengganggu bagi gue. Ya jadi gue itu maksudnya bukan menuntut supaya dia cinta banget sama gue (dengan hubungan yang masih seumur jagung ini), atau karna gue terlalu negative thinking sih bukan. Gue itu yak, berpikir bahwa kalo misalnya emang dia kagak serius mending dari awal aja ngomong gitu.
Eh tapi gue seneng banget tumben masa pacar gue cemburu ma gue. Dia itu ternyata ga bilang sama gue. Hahayyyy, girang gue….! :D
Ya abisnya gimana ya, dia itu orangnya terlalu baik (atau mungkin lebih tepatnya gak enakan?). Helehhhh.. yang jelas gue jadi yakin bahwa dia emang gak secuek yang gue kira. Waktu itu ampe gue ceplosin, “Oh emang kamu punya perasaan ya? Lah kamu kan Cuma punya hati doing..” JLEBB! Gue tau itu nusuk banget. Tapi apa boleh dikata. Haha. Hihi. Huhu. Akhirnya dia menjawab, “Tega banget kamu ngomong gitu..” dan kemudian gue menjawabnya, “Yakan kamu cuek banget kalo menyangkut gini-ginian..” Dan akhirnyaaaaa, dia mengatakan 1 kalimat yang sangat gue tunggu-tunggu itu : aku cemburu sama kamu. Uhuyyyy! :D
Ganti topik ah. Eh masa yak, ada temen SMA gue minta les bahasa jerman sama gue (yaaa, secara gue kan jurusannya ntu..). Biasanya kan gue les-in anak orang tu pelajaran Matematika. Waduh, ckckck. Emang tuntutan gue sebagai mahasiswa jurusan bahasa jerman sih untuk bisa berbahasa itu. Okelah gue mungkin bisa kalo cuma sekedar komunikasi, tapi untuk menjadi guru bahasa jerman (gue kebetulan kuliah di salah satu universitas kependidikan satu2nya di Jakarta) gue ngerasa masih belum cukup ilmu gitu. Kalo kata filsafat ilmu sih gue itu orang yang tahu di tidaktahunya (aseeeek..!). Trus gimana dongs…? Karena desakan kantong gue yang sudah semakin bolong sih akhirnya gue terima aja deh tawaran itu. Lumayan. Sambil ngelatih gue juga sih sebenernya ^.^


           


Minggu, 03 April 2011

Jatuh Cinta Menguras Tenaga

Andaikan aku bisa memilih, aku ingin hanya bisa mencintai satu orang yang tepat sehingga aku tak harus menyiakan waktuku untuk bertemu orang yang salah.
Benarkah orang yang salah itu  yang membuatku lebih dewasa sehingga saat bertemu orang yang tepat, maka aku akan dapat mencintainya dengan sempurna?
Mungkin..
Berapa kali aku harus memaki? Berapa kali aku harus mencari?
Ah, ku rasa aku salah karena aku mencarinya. sekarang aku sadar, yang membuatku merasa menghabiskan waktu adalah ketika aku sadar bahwa yang ku cari tak ku temui.
Hey, buat apa dicari, toh dia akan datang sendiri!
Semoga yang terakhir ini memang yang tepat. Aku lelah jatuh cinta.
Aku ingin dia jadi yang terakhir.
Ya, mungkin tulisan ini sangat konyol dan basi. Tapi aku memang bingung apa yang harus ku tulis.
Cinta. Cinta. Cinta.

Senin, 28 Maret 2011

Who is Jack the Ripper?

Bagi yang belum pernah dengar kata2 Jack the Ripper kayaknya mesti banyak2 baca buku, searching google, atau mentok2 harus berdo’a supaya dikasih ilmu yang banyak deh. Ini adalah legenda Inggris tentang seorang pembunuh berantai yang memutilasi korbannya, tapi menurut gue ini bukan legenda deh coz bener2 terjadi. Eeeeehh, tunggu dulu! Mutilasi emang udah bukan jadi hal yang mengejutkan, apalagi di Indonesia. Sumanto si Kanibal yang namanya udah nggak eksis lagi pun sekarang udah nggak kedengeran scarying lagi. Tapi pembunuhan ala Jack the Ripper lebih menarik untuk disimak kisahnya. Sampai saat ini, siapa sebenarnya Jack the Ripper belum juga terungkap. Tapi Jack digambarkan sebagai sosok pria berjubah hitam, mengenakan topi hampir menutupi wajahnya, membawa sebilah pisau, dan stocking jaring sampe paha (yang terakhir gue sebutin udah pasti becanda!).

Jack the Ripper atau Jack sang Pencabik telah membunuh lebih dari 5 orang selama kurang dari setahun, yakni pada 1888 di London. Seluruh korbannya merupakan wanita tuna susila alias jablay a.k.a bitchyang dibunuh dengan tubuh dicabik-cabik. Pembunuhan tersebut terjadi begitu ‘mulus dan tidak meninggalkan petunjuk sedikit pun sehingga polisi pun kesulitan menangkap si pelaku. Issshh, jangankan nangkep, mengungkap identitasnya aja nggak mampu! Penduduk setempat yang bertempat tinggal di dekat tempat di temukannya mayat, mengaku tak mendengar teriakan atau melihat hal2 yag mencurigakan. Tiba2 mereka dikejutkan dengan penemuan mayat wanita dengan kondisi mengenaskan. Dari hasil otopsi, beberapa mayat ditemukan kurang dari setengah jam setelah dibunuh. Cadasss! Andai aja Jack terlambat sebentaaaaaaaaar aja, mungkin nggak ada legenda Jack the Ripper si pembunuh misterius, yang ada hanyalah seorang pembunuh yang menghabiskan sisa hidupnya dengan terpenjara dalam bui. Namun inilah faktanya, Jack seperti selalu dinaungi keberuntungan.

Kalo Jack the Ripper memang pembunuh misterius yang belum terungkap, lho kok bisa tau namanya Jack??

Nama Jack muncul ketika polisi mendapatkan surat dari seseorang yang mengaku sebagai pelaku atas rentetan pembunuhan sadis itu. Awalnya polisi tidak terlalu menggubrisnya karena banyak surat yang mengaku2 sebagai pelaku (Pembunuh pun ada juga ya yang palsuin… -__-‘ ). Tapi di surat berikutnya, yang mengaku sabagai Jack brhasil menarik perhatian polisi. Dia berjanji akan mengirimkan potongan telinga salah sat korbannya sebagai bukti jika dia memang pelakunya. Selain berjanji, Jack juga membuat joke, “They say I’m a doctor…ha…ha…ha…”. Ternyata Jack menepati janji (Malu dong yang suka ingkar janji… masa’ kalah sama Jack..). Akan tetapi, yang dikirimkan bukan potongan teinga, melainkanginjal manusia yang telah diformalin (gue ngebayanginnya ginjal masih seger berdarah-darah gitu, hehe). Kiriman tersebut bertuliskan “From Hell”. Hmmmm, What the Hell…..! >_<

Bagaimana pola pembunuhan Jack sang Pencabik?

Nggak ada bukti, nggak ada pola pasti, tapi cua ada corak kejahatan yang sadis dan brutal. Korban disembelih, ditikam, tubuh dibelah, dicabik-cabik, dan organ2 dalamnya dikeluarkan. Satu2nya petunjuk semua korban adalah wanita tuna susila.

Pada 6 agustus 1888, Martha Tabram ditemukan di George Yard dengan luka tikaman benda tajam sebanyak 39 kali di bagian leher dan kemaluan (Oouchh, gue sebagai cewek ngilu banget dengernya!). wanita berunur 39 tahun itu juga digorok lehernya dan perutnya dibelah oleh si pelaku.

Pada 14 agustus 1888, Annie Chapman ditemukan tewas dalam keadaan mengenaskan di Whitechapel. Kulit perut Annie dibedah, tulang rusuknya dipotong-potong, isi perut dan organ2nya dikeluarkan. Beberapa saksi mata mengaku sempat melihat Annie tengah bercengkraman dengan seorang laki2 berkulit gelap, memakai topi pemburu rusa, dan brerjubah hitam.

Pada 31 agustus 1888, Mary Ann Nichols ditemukan tewas di Whitechapel, East End. Pada 9 september 1888, Mary Jane Kelly ditemukan tewas di kamar sewanya di Miller’s Court, off Dorset street, spitalfields. Pada 30 september 1888, Elizabeth Stride ditemukan tewas berlumuran darah di Dufield Yard dengan bekas cekikan di leher. Tapi ketiga mayat ditemukan dalam keadaan yang sama; tercabik-cabik. Masih pada tanggal 30 september 1888, ditemukan mayat lain; Chatrenine Eddowes. Tubuhnya dibelah dari dada sampai ke selangkangan, isi perutnya terburai keluar. Wajah Chaterine hampir tak dapat dikenali karena mukanya hancur akibat dikuliti.

Benar-benar rangkaian pembunuhan yang biadab. Polisi setempat berteori bahwapembunuhnya mungkin seorang pendatang Yahudi. John Pizer, seorang yang dikenal sbg “Apron Kulit” sempat ditahan, tapi dia dibebaskan karena tak cukup bukti. Rupanya penangkapan Pizer ini sempat mengusik Jack the Ripper. Ketika menghabisi nyawa Chaterine, Jack menulis pesan “The Jews are the Men that will not be blamed for nothing” (Yahudi adalah pihak yang tidak akan bisa disalahkan tanpa sebab). What’s the mean?

Siapapun identitas asli Jack, yang pasti dia adalah seseorang yang menguasai pengetahuan mendalam tentang anatomi tubuh manusia dan ahli dalam operasi bedah. Itulah sebabnya banyak orang vang berspekulasi bahwa Jack adalah seorang dokter ahli bedah. Cara Jack memutilasi dan menyayat organ tubuh korbannya sangat rapi yang seperti hanya dapat dilakukan dengan peralatan operasi bedah dan keahlian khusus. Ingat, Jack mungkin melakukan pembunuhan pada malam buta tanpa pencahayaan sedikit pun. Seinget gue, Jack hidup pada masa Revolusi Industri yang kalian tau sendiri pas siang2 aja udara pekat banget dengan sisa pembakaran industri. Pas siang2 aja kabutnya hitam pekat, apalagi malam hari. Yang mungkin sih, jack adalah dokter yang memendam dendam mendalam pada wanita tuna susila. Tapi bisa juga dia calon dokter bedah yang gagal jadi dokter karena biaya yang minim, jadi dia dendam gitu. Eh, tapi kenapa harus bitch yang dibunuh? Hmmm, mungkin karena tarif sewa bitch juga mahal? :p

Usaha mengungkap identitas asli Jack the Ripper terus dilakukan. Meskipun pembunuhan tersebut telah berakhir, berbagai spekulasi terus dilancarkan. Mei Trow, seorang sejarawan berusaha mengungkapkan siapa di balik nama Jack the Ripper. Trow menggunakan teknik Forensik modern, metode profiling psikologi, dan geografi. Setelah mengadakan penyelisikan mendalam selama dua tahun, dia sampai pada kesimpulan seseorang bernama Robert mann adalah profil asli dari Jack the Ripper. Mann adalah seorang petugas kamar mayat.

Trow mendasarkan analisisnya pada hasil pemeiksaan FBI yang menghasilkan profil kepribadian sang pembunuh. Diperkirakan Jack adalah pria berkulit putih dari masyarakat kelas bawah, berasal dari keluarga broken home, dan mengalami masalah social. Jack mungkin bekerja yang ada hubungannya dengan pengetahuan mengenai anatomi tubuh, seperti tukang daging, petugas kamar mayat, atau asisten dokter.

Robert Mann sesuai dengan deskripsi ini. Dia datang dari keluarga yang bermasalah. Semenjak kecil terpaksa melakoni pekerjaan kasar dan mempunyai hubungan yang kurang bagus dengan ayahnya. Sementara ibunya mungkin memutuskan menjadi seorang pelacur sehingga Mann sangat membenci wanita tuna susila.

Trow juga berpendapat bahwa korban Jack the Ripper mungkin lebih banyak dari yang orang kira. Trow berkeyakinan Martha Tabram adalah korban pertama Jack, sedangkan wanita bernama Alice Mackenzie yang terbunuh lima bulan kemudian adalah korban terakhirnya.

Prof. Laurence Alison, seorang ahli psikologi forensic Universitas Liverpool setuju dengan Trow. Dia berkata dalam sebuah film documenter, “Apabila dilihat dari segi profiling psikologi, Robert Mann adalah tesangka yang paling mungkin.” Penelitian yang dilakukan Trow dibahas dala film documenter Discovery Channel yang berjudul Jack the Ripper: Killed Revealed.

Ini adalah salah satu teori dari usaha pengungkapan identitas Jack selain teori Trow masih banyak teori lainnya. Sampai saat ini dunia masih dibuat penasaran siapa sebenarnya yang bersembunyi di balik topeng Jack the Ripper. Jack tiba2 menghentikan aksinya dan menghilang. Apakah Jack sang Pencabik telah menuntaskan dendamnya? Mungkinkah dia bunuh diri dan mencabik-cabik dirinya sendiri sebagai akhir dari rangkaian pembunuhannya? Ataukah dia hanya bersembunyi dan masih hidup sampai saat ini? Mungkin saja selama ini Jack the Ripper ternyata ada di dekat kita…


(Dikutip dari : Misteri Tapal Batas, oleh Rose Kusuma, 2010)

Pyramid: One of the Seven Wonder

Mesir adalah negeri eksotik yang menyimpan sejumlah misteri tanpa jawaban. Di tengah gurun yang panas dan kering, di sana tertumpuk batu2an seberat puluhan ton. Setiap orang tau kalo batu2an itu nggak asal tumpuk, tapi membentuk bngunan megah yang mengagumkan. Siapa sih yang nggak tau piramida? Bangunan berbentuk limas yang dibuat dari batu bersusun. Piramida2 ini nggak cuna ditemukan di mesir, ada juga di Amrik bagian tengah, selatan, di Asia juga ada. Candi Borobudur sebagai candi Buddha terbear di dunia pun termasuk sebagai bentuk piramida dalam versi lain.

Piramida tertua di mesir terletak di Saqqara yang merupakan kuburan Fir’aun Djoser yang diperkirakan dibangun pada 2600 BC. Sementara itu, piramida terbesar di mesir dinamakan Piramida Khufu (Cheop) yang merupakan salah satu dari piramida yang terletak di Giza. Konon, piramida terbesar ini dibangun sebagai makam Raja Khufu dari dinasti ke-4 Mesir yang memerintah dari 2590-2567 BC. Luasnya sekitar 0,5 km persegi dengan tinggi 148 m. Jumlah batu yang digunakan mencapai 2,5 juta blok batu, masing2 blok seberat 2 sampai 70 ton, sehingga berat keseluruhan bangunan ini mencapai 6,5 juta ton. Pembangunannya diperkirakan memakan waktu 70 tahun (Cadassss, mayatnya keburu busuk kali tuh ya kalo nggak dibikin mumi..) dan mengerahkan 20.000-30.000 orang. Sungguh bukan pekerjaan yang mudah.

Kenapa sih orang jaman dulu suka bentuk limas, padahal ‘kan bikinnya susah….?

Menurut para ahli, bentuk limas inilah yang paling sederhana yang paling awal diketahui manusia. Namun apabila dipikirkan ulang, bentuk limas ini nggak sesederhana kelihatannya. Supaya mendapatkan bentuk limas yang sempurna, seorang arsitek harus menhitung sudut2 keempat sisi sehingga memperoleh bentuk kerucut. Kalo miring sedikiiiiit aja, keempat sisi nggak akan meyatu di titik puncak limas. Kalo ini terjadi, maka pembangunan limas dinyatakan gagal. Giiiiiiilaaaa, gue aja kadang2 ngegambar limas pas pelajaran Math aja mencong2 gitu, jadi diapus terus digambar ulang lagi…. (-___-)’

Selain itu, hal lain yang perlu dipikirkan adalah bagaimana memotong, mengangkut dam memasang balok2 batu itu ke tempatnya? Batu2 tersebut dipotong dengan ketepatan ekstra sehingga ketika ditumpuk nggak menyisakan celah, bahkan elembar kartu kredit pun nggak bisa menelusup ke celahnya.

Terdapat perbedaan antara piramida di Mesir dengan yag didirikan suku Maya, Toltec, Inca, dan Aztec. Piramida yang dibangun suku Maya misalnya, puncak piramidanya berbentuk datar sedangkan yang ada di Mesir ujungnya lancip.

Sampai pada 2008, di Mesir telah ditemukan pyramid berjumlah 118 buah, tapi Piraida Khufu memiliki karakteristik yang berbeda, terutama patung Sphinx yang berada di depannya. Hal ini menimbulkan sangkaan bahwa piramida terberat yang pernah didirikan manusia dan patung Sphinx itu bukan hasil pembangunan bangsa Mesir kuno, melainkan bangsa sebelumnya yang sudah lama punah.

Yang bikin Piramida Khufu lebih cadassss dari piramida lainnya yaitu empat sisinya yang sejajar dengan 4 arah mata angin: utaram timur, selatan, dan barat. Ketidaksesuaian hanya terjadi di arah utara yang berbeda 1/12 derajat aja. Hal ini cukup mengejutkan para ahli sejarah. Bagaimanakah bangsa mesir dapat memiliki pengetahuan mengenai arah mata angin sedangkan kompas baru ditemukan sekitar tahun 1.500 BC. Nggak cuma itu,apa yang diungkapkan Max Toth, ilmuan peneliti piramida lebih mengejutka lagi. Kata Max, pembangunan piramida Khufu mewakili hokum universal yang diekspresikan secara geometri. Contonya adalah piremeter piramida, yaitu jarak antara empat sisi di dasarnya ternyata memiliki korelasi lingkaran bumi. Trus, rasio antara tinggi piramida dan piremeter dasarnya persis 3,14 atau yang kita kenal sebagai phi. Ada lagi yang lain, yakni jumlah hari dalam 100 tahun adala 36.524 hari. Ini sesuai dengan total inci pada perimeter piramida. Bukan itu saja, temperature di dalam piramida berada pada kondisi tetap 69 derajat Fahrenheit, sama pesisi dengan temperature internal bumi. Perhitungan yang luar biasa ini mustahil banget disebut dengan kebetulan.

Ahli mengemukakan perkembangan budaya Mesir mungkin bukan berasal dari daerah aliran Sungai Nil, melainkan berasal dari budaya canggih yang lebih awal ribuan tahun sebelum bangsa Mesir kuno mengembangkan kebudayaannya. Namun sejarah kebudayaan yang agung itu hilang tertelan waktu. Fakta yang mendukung teori ini adalah patung Sphinx yang berkeadaan sangat parah tergerus erosi. Banyak yang memperkirakan erosi yang terjadi di Sphinx berbeda dengan erosi yang terjadi di bangunan lain di kerajaan/dinasti keempat. Tulisan berbentuk gajah dan prasasti yang ditinggalkan dari masa kerajaan keempat tidak mengalami erosi yang parah seperti yang terjadi pada Sphinx.badan singa bermuka manusia itu, selain kepala, jelas terlihat bekasi erosi. Beberapa bagian mengalami erosi sampai kedalaman 2 meter lebih. Perkiraannya adalah akibatsebuah banjir dahsyat tahun 11.000 BC dan hujan lebat yang silih berganti mengakibatkan erosi. Perkiraan lainnya adalah air hujan dan angin. Akan tetapi meragukan jika pelaku erosi adalah air hujan sebab beribu-ribu tahun yang lalu sampai sekarang di daerah tinggi jazirah, air hujan tidak selalu mencukupi. Tapi menurut gue pribadi sih, bisa aja karena air hujan. Coz padang pasir ‘kan terbentuk karena batu yang mengalami panas dan hujan yang silih berganti dalam waktu yang lama. Berarti ada kemungkinan sebelum menjadi padang pasir yang kering gini, jazirah itu dulunya adalah tanah berbatu besar seperti tempat biasanya, cuaca dan iklimnya juga seperti biasa yang memungkinkan adanya hujan dan panas bergantian. Keadaan berjuta tahun yang lalu ‘kan beda banget sama keadaan sekarang. Yeah, that’s my argument.

Terlepas dari penelitian Piramida Khufu, orang2 zaman sekarang pun masih bertanya-tanya bagaimanakah sebuah piramida dibangun. Balok2 batu dengan berat puluhan ton, dipotong dengan ukuran tepat lalu disusun dengan cermat. Bagaimana memotong, mengangkut, dan menata batu2, itu masih jai misteri. Tak pelak lagi, hal2 yang berbau supranatural kerap dikemukakan. Sudah bukan rahasia lagi pembangunan piramida dikaitkan dengan ‘tamu asing’ alias makhluk luar angkasa. Tapi menurut gue, hal yang satu itu cuma imajinasi yang ada di game deh.

Jean Champollion, Bapak Pengetahua Mesir Kuno Modern (Lho?? Kuno kok modern??) mencoba berargumen bahwa orang yang mendirikan piramidaberbeda dengan manusia sekarang. Mungkin mereka memiliki tinggi 10 kaki yang tingginya sama seperti manusia raksasa. Senada dengan itu, Master Li Hongzhi juga pernah menyinggung kemungkinan tersebut. Wadduuuh, Eyang Jean Champollion… menurut aku sih, nggak mungkin manusia yang bikin tu piramida adalah manusia raksasa, coz ‘kan mumi raja yang ada di dalem makam di piramidnya biasa aja ‘kan ukurannya.. Hmm, bisa aja sih ukurannya lebih besar daripada ukuran manusia jaman sekarang, tapi nggak segitu juga kaliiii. Paling gede ya sekitar tingginya Meganthropus Paleojavanicus deh, sekitar 180-200 cm. Meganthropus ‘kan manusia purba yang paling tua gitu, Insya Allah manusia yang hidup di jaman Mesir kuno pun segitu juga.  Udah gitu, kita bisa mengira-ngira ukuran tubuh manusia jaman mesir kuno dari ukuran makamnya. Makam fir’aun mencapai 10 kaki nggak? Kalo nggak, bayangin aja kalo rajanya aja punya ukuran badan kurang dari 10 kaki, masa’ pekerja alias budak2nya bisa lebih tinggi dari rajanya, ya nggak? Hehe.

Intinya sih, “Manusia tidak dapat memahami bagaimana piraimda dibuat. Batu yang begitu besar bagaimana manusia mengangkutnya……?”

[Cerpen] Mimpi

Mimpi

“Delta! Kita harus selalu bersama sampai ajal menjemput kita!!” Teriakan Apha terbawa angin. Walaupun begitu aku masih bisa mendengarnya.

Deru motor Alpha meraung-raung di jalan raya. Ia terlalu bersemangat. Aku memang takut. Tapi aku sadar, ada Alpha di dekatku. Ia akan melindungiku.

Kami tertawa sekeras-kerasnya walaupun tak bisa mengalahkan deru motor Alpha. Kami lupakan semua beban dan masalah. Kami bersenang-senang. Ya, kami sangat menyayangi satu sama lain. Dan kebut-kebutan adalah salah satu hobby kami. Tapi kali ini Alpha lengah. Dari kejauhan terlihat sebuah truk besar muncul dari tikungan. Alpha yang gugup tak sempat menghentikan motornya. Tawa kami mendadak berubah menjadi jeritan keras.

BRAKKKK!!

Hantaman keras antara motor dan truk besar itu membuatku terlempar jauh. Mataku berkunang-kunang. Aku memegang kepalaku. Ah, kepalaku mengeluarkan darah! Aku merasakan sakit yang teramat hebat. Seketika semuanya gelap.


* * *


Aku terbangun dari mimpiku dengan napas terengah.

“Semua ini cuma mimpi, Delta!” Aku berusaha tenangkan diri.

Mimpiku benar-benar hebat! Seperti sungguhan, nyata sekali! Karena itulah aku takut melanjutkan tidurku.

Sekarang sudah hampir pagi. Bau kali ini jam bekerku kalah langkah. Biasanya aku bangun setelah alarm berbunyi. Tapi hari ini terasa berbeda, begitu cepat waktu berlalu, tapi terkadang lama sekali rasanya.


* * *


Saat ini aku sudah berada di sekolahku, tepatnya di koridor depan kelasku. Di sinilah aku dan Alpha pertama kali kenal. Huh, sepertinya aku datang terlalu pagi. Teman-temanku yang piket hari ini pun belum kelihatan batang hidungnya satu pun.

Aku hanyut dalam lamunan. Aku ingat mimpiku semalam. Aku ingat betapa tragisnya mimpi itu. Aku ingat pada Alpha.

Seseorang menggenggam jemariku erat. Hangat jemarinya membuat udara pagi yang dingin seolah-olah sirna. Ku rasa aku mengenalnya.

Alpha!

Aku yakin itu Alpha!

Saatku menoleh, tatapan kami menyatu. Dia memang Alpha. Dia menatap dalam-dalam masih dengan genggamannya tadi. Kini matanya dilapisi lapisan sebening kaca yang membuatku terpana. Alpha menangis! Masih setengah tak percaya, sekonyong-konyong Alpha menenggelamkan aku ke dalam pelukannya. Kini aku bisa mendengar detak jantungnya.

Alpha membisikkan sesuatu padaku dengan suara lirih, “Delta, kita harus selalu bersama, sampai ajal menjemput kita.” Ia begitu dekat. Hembusan napasnya menyapu tengkukku.

Aku baru sadar jika ucapan Alphatadi persisi dengan teriakannya dalam mimpiku. Hanya intonasinya saja yang berbeda. Apa arti semua ini?

Aku beku dan mematung di tempat, terpaku dan terpana atas hari ini. Lidahku enggan bergerak.

“Delta, maafkan aku!” pekik Alpha sambil mengguncang bahuku. Raut wajahnya menyesal.

“Maaf untuk apa?” tanyaku tak mengerti.

“Sudahlah, semuanya telah terjadi…” Nada bicaranya makin melemah.

Ruang dalam dadaku terasa hampa. Aku dan Alpha berjalan masuk ke kelas. Ia kembali menggenggam jemariku.

“Excuse me? Ada orang?” Teriakan Reinhard memecah ketegangan antara aku dan Alpha. Alpha melepas genggamannya.

“Aduh, dasar males! Jam segini belum ada yang datang satu pun?” Reinhard bergumam, tapi aku bisa mendengarnya. ‘Belum datang satu pun’? Mungkin dia mencoba melawak. Yeah, not bad.

“Reinhard!” teriakku. Reinhard menole, mencari sumber suara. Keningnya terlipat.

“Sepertinya ada yang memanggilku.” Reinhard berkata pada dirinya sendiri. Ia menghela napas panjang. Kali ini joke-nya ku anggap tak lucu.

Tak lama segerombol siswa kelasku berdatangan. Kelas riuh seketika. Tapi aku suka pemandangan ini, hidup yang sebenarnya.

Tiba-tiba Hanna menangis. “Kenapa sih kita harus kehilangan dua teman sekaligus?”

“Siapa sih?” tanyaku. Lagi-lagi Alpha menggenggam tanganku. Suasana hening sejenak. Tak ada yang menjawab pertanyaanku.

“Iya. Padahal mereka ‘kan sepasang kekasih yang saling setia, cocok satu sama lain, sempurna.” Dannis angkat bicara. Tak ku sangka ia meneteskan air mata.

“Setia, sampai mati pun tetap bersama, dalam tragedi mengenaskan itu…” Clara berkata dengan mata berkaca-kaca. Aku penasaran sebenarnya mereka membicarakan siapa.

“Sudahlah, teman-teman. Tuhan menakdirkan mereka selalu bersama, seperti keinginan mereka. Alpha, Delta, semoga kalian bahagia di alam sana. Amin.” Reinhard akhirnya buka suara. Tapi apa maksudnya? Aku dan Alpha bahagia di mana? Aku tak mengerti.

“Alpha dan Delta pergi ke pelukan maut kenapa harus dengan cara seperti ini??” Hanna menangis makin keras. Dia memang bagaikan saudara bagiku. Dia temanku sejak playgroup.

Hanna terisak-isak memeluk Dannis. Dannis pun akhirnya menangis, begitu pula teman-teman yang lain. Aku tidak percaya, tapi aku mengerti sekarang! Pantas saja Reinhard tak melihatku. Pamtas saja tak ada yang menjawab pertanyaanku. Pantas saja semua menangis. Pantas saja waktu begitu cepat berlalu tapi kadang terasa lama sekali. Aku sadar sekarang! Aku paham! Aku tahu! Aku mengerti! Aku tidak percaya!!!

AKU HANTUUUUUU!!!!!

Aku tidak hidup lagi!!

Aku benar-benar hantu!

Ternyata mimpiku semalam bukan mimpi, tapi kenyataan! Aku tewas dalam kejadian itu aku mati bersama Alpha! Menjemput ajal bersama kekasihku sendiri!

Pantas saja Alpha meminta maaf padaku! Itu karena aku mati di pelukannya! Nyawaku satu-satunya melayang begitu mudahnya!

Tapi semuanya sudah terjadi, tak bisa kembali. Aku harus menerima kenyataan ini. Aku sudah mati, hanya rohku yang berkeliaran.

Alpha! Jangan tinggalkan aku!!

Alpha kembali menenggelamkan aku dalam pelukannya. Aku sadar, detak jantungnya tak lagi ku dengar. Tubuhnya dingin, sama sepertiku.

Aku kesepian, tanpa teman. Hanya ada Alpha di sampingku, tak ada yang lain. Perlahan ku rasakan ada tembok kasat mata yang memisahkan duniaku dan dunia nyata. Aku sedih.

“Alpha…?” kataku. Aku menengadah menatap wajahnya. Aku tak tahan lagi, aku menangis.

“Maafkan aku…” ucapnya lirih. Alpha memelukku lebih erat. Ia mengusap rambutku dengan lembut. Tangannya tidak hangat lagi. Sudah membeku seperti es. Tapi dia tetap Alpha, takkan berubah.




* T A M A T *

[Cerpen] Sesal

Sesal

“Duh, ujan lagi, Mith!” kata seseorang di sampingku. Aku tak menjawab, itu ‘kan bukan kalimat tanya. Ia menggandengku, aku agak risih, secara aku tak suka terlihat mengekspos diri. Apalagi bersama Rei.

“Mith? Kamu kok diem aja sih? Sakit ya?” katanya lagi sambil mengusap dahiku. Uugh! Ia merusak poniku! Apa-apaan sih, berbuat sok mesra begini di depan umum! Memuakkan!!

Tiga puluh menit berlalu dan selama itulah aku hanya diam, kecuali Rei yang terus berkicau non-stop. Tak lama, hujan pun berhenti dan aku pun bergerak pergi dari halte bus itu.

“Mith, tunggu dong!” Rei memanggilku. Aku menoleh dengan tatapan sinis, seakan berkata, ‘Apa-apaan sih lo’. Ia terus mengikutiku, namun karena kau terlalu lihai memasuki gan-gang kecil, ia kehilangan jejakku.

“Dia ‘nggak mungkin bisa ngikutin lagi….” bisiku dalam hati, dengan senyum licikku. Rei memang pacarku : ia menyatakan perasaannya, tapi selalu ku tolak sampai akhirnya ku terima dengan setengah hati. Aku masih ingat wajahnya yang gembira sekali waktu itu.

Selama setahun ini, dia selalu mengisi hariku walaupun aku selalu menghindar. Itu pun ada alasannya, karena aku mengincar seorang cowok yang ku piker dia lebih baik daripada Rei : cowok ikal dengan lelucon aneh.


* * *


“Maaf lama.” kata seseorang yang terengah-engah di depan mejaku. Hampir setengah jam, tapi penantianku terbayar dengan senyumannya. Aku terpana.

“Hello…? Kok bengong? Nanti ayam tetangga mati lho…! Haha!” Dia mengagetkaku. Ouch! Aku malu sekali!

“Oh, sorry!” kataku cepat. Mungkin wajahku sedah seperti kepiting rebus sekarang. Senyumannya membuatku semakin speechless.

“Udah mesen belum? Nanti aku yang bayarin.” katanya tiba-tiba.

“Belum, ‘kan aku nungguin kamu dulu.”

“Kamu ‘nggak jalan sama Rei?”

“Umm, enggak! Dia ‘nggak pernah ngajak jalan lagi sekarang…” kataku berbohong. Padahal cowok aneh itu slalu mengikuti ke mana aku pergi.

“Ah, masa’? kayaknya kemarin aku lihat kamu sama Rei di Resto Jepang di ujung jalan.” katanya dengan raut muka sedang berpikir.

“Salah lihat kali!” Sekali lagi aku berbohong. “Lagian aku udah putus kok!”

“Hah, putus?? Ya ampun, I’m sorry to hear that…” Ia berkata dengan kedua alis bertemu. Hmmpf! Padahal aku bakal seneng banget kalo dia langsung nembak aku setelah tau kalau aku sudah jadi ‘janda’ sekarang, kataku dalam hati.

Menit demi menit berlalu hingga akhirnya Joan mengantarkanku pulang.

“Bye! Thanks ya, Joan!” kataku.

“You’re welcome, Girl! Good night.” katanya seraya melambai dari dalam mobilnya. Tak lama, mobilnya menghilang di kejauhan. Mmmh, andaikan setiap hari seperti ini…



* * *

“Tapi kenapa, Mith?! Aku salah apa?? Kamu bilang dong, bilang!” kata Rei setengah menangis seraya mengguncang bahuku. Aku tak peduli, pokoknya aku harus putus dengannya dan meninggalkan semua lelucon garingnya. Aku yakin, pasti Joan akan menyatakan perasaannya padaku dalam waktu dekat.

“Mith, jawab, Mith!” pekik Rei. Kini tak ada leluconnya.

“’Nggak ada apa-apa! Gue Cuma benci sama lo! Gue muak sama lo!!” Rei terlihat sangat shock.

“Apa, Mith? Kamu bilang ‘gue’? kamu panggil aku ‘lo’?” Rei menatapku dalam. Aku langsung melipat tanganku di depan dadaku dan memutar bola mataku ke atas.

“Oke, kita putus.” Rei berkata lagi. Yess, akhirnya!!

Rei langsung pergi meninggalkanku. Sekitar sepuluh meter melangkah menjauhiku, aku memanggilnya.

“Rei!” Rei menoleh. Pasti dia mengira aku menyesali perkataan dan keputusanku. Dia mendekatiku. “Umm, cuma mau ngasih ini…” kataku sambil menyerahkan kalung yang baru ku lepas dari leherku. Ku raih tangan Rei dan ku letakkan kalung itu di telapak tangannya, namun ia menolak.

“Simpen aja buat kamu.” katanya datar, seraya pergi. Namun setelah ia pergi, aku langsung melempar kalung itu ke tengah jalan.

KRAKK!!
Kalung itu terlindas truk.


* * *


“Hah, kamu jadian sama cewek itu??” Aku kaget setengah mati. Mendadak aku merasa tolol.

“Iya. Dia cantik, ‘kan? Aku udah lama ngincer dia.” katanya enteng. Mataku berkaca-kaca.

“Joan…”

“Ya?” katanya sambil meminum tehnya.

“Apa kamu ‘nggak tau kalo aku suka kamu…?” Air mataku meleleh.

“Hmmpff!!” Ia tersedak.

“Kenapa?? Kamu ‘nggak ngerasa??” desakku.

“A-aku ‘nggak ngerasa, Mith. Aku nganggep kamu sahabatku, ‘nggak lebih.” Wajahnya bingung.

“Tapi kenapa kamu ngasih aku perhatian lebih??”

“I-itu biasa aja bagiku…” Wajahnya terlihat makin bingung. Polos. Penuh kejujuran.

“Kamu jahat….!!” Pekikku sambil meninggalkan café terkutuk itu.


* * *


Ku berjalan mengikuti ke mana kakiku melangkah. Pandanganku kabur karena air mataku yang terus mengalir bersama penyesalanku. Aku rindu lelucon yang mengiburku. Rei!

Aku berlari ke jalan raya tempat aku melempa kalung pemberian Rei. Ada kilauan di tengah jalan itu. Aku mendekat. Ku pungut serpihan kalung yang mencerminkan perasaan Rei. Tawanya tiba-tiba menggema di telingaku. Kini ku baru menyadari bahwa aku membutuhkannya.




* T A M A T *

All Things Have a Reason

Yak, kita kembali lagi di Nowhere FM bersama saya Joan Alaska yang guaanteng pastinya. Setelah tadi kita denger request lagu, sekarang kita masuk ke sesi curcol ya. Yang mau pesan, kesan, atau curhat boleh langsung telepon ke sini. Wah, langsung ada yang nelpon yah. Halo? Dengan siapa, darimana? Boleh langsung aja curhat, oke.

Namaku Alexa. Kata orang-orang, aku cantik, supel, pintar, dan ramah. Aku seorang gitaris. Aku memilih jalur idealis, maka dari itu aku tak memiliki band tetap. Tapi aku sangat beruntung karena aku selalu menjadi additional guitarist band yang sudah lumayan berpengalaman. Sebagai seorang perempuan, mungkin aku terlihat cuek. Gaya hidupku santai dan tak banyak ambil pusing seakan tak ada masalah dalam hidup, kata orang sih pembawaanku yang seperti itu membuatku terlihat cool dan tentu saja membuat orang penasaran. Banyak lawan jenis yang tergila-gila padaku. Entah kenapa aku merasa aku tak pantas diperlakukan seperti itu. Aku senang, tapi aku benci mereka. Ya, aku biseksual.

Semua bermula dari empat tahun yang lalu, di saat aku masih seorang gadis lugu yang mulai tertarik untuk belajar gitar. Awalnya aku memang belajar akustik, tapi lama-kelamaan aku menemukan yang pas dengan jiwaku : gitar elektrik. Kenapa harus gitar? Haha. Aku merasa kharisma-ku terpancar saat aku memainkan alat musik itu. Dan jika aku sedang menunjukkan skill gitaris-ku, akan ada banyak cewek yang berdecak kagum melihatku. Pasti mereka akan selalu ingin dekat denganku. Akan terdengar sedikit aneh jika kalian tak menyimak ceritaku dari awal, karena cewek-cewek pada umumnya malah akan bertingkah lebih manis untuk merebut perhatian lawan jenisnya.

Saat itu aku masih berumur 15 tahun. Cukup belia untuk menjadi gitaris handal, tapi itulah aku. Kulit putih, badan mungil, rambut ikal panjang tergerai, sekilas orang melihat pasti takkan percaya bahwa aku seorang gitaris. Karena itulah ada seorang cowok yang sangat agresif mendekatiku. Aku yang dulu baru mengenal jatuh cinta, menganggap cowok itu sangat baik dan perhatian. Ya, dia memang baik, sebelum dia merusakku.

Sejak dulu aku tak pernah memiliki teman dekat sesama jenis, karena aku tak pernah nyambung jika ngobrol dengan mereka. Fashion, kecantikan, dan….. cowok. Hewan jenis apa lagi itu? Bokongku gatal jika mendengar kata itu. Kenapa harus membicarakan tentang makhluk yang satu itu selama lebih dari separuh hidup kita? That’s not funny. Jika teman-teman cewekku sedang curhat tentang hal-hal ke’cewek’an, biasanya aku hanya senyum-senyum. Atau, aku beranjak pergi sambil beralasan bahwa aku harus briefing dengan teman-teman band-ku. Walaupun tak ada yang ku anggap sebagai teman dekatku, ada beberapa teman cewekku yang merasa aku adalah tempat curhat terbaiknya. Mereka bilang, nasehat atau pendapatku sangat dewasa dan menyejukkan mereka. Hubungan mereka dengan pacarnya pun menemukan titik terang setelah mereka mencurahkan isi hatinya padaku. Ya walaupun sampai saat ini percintaanku sendiri malah tak pernah baik.

Tiga tahun hubunganku dengan pacar pertamaku itu berlangsung tak terlalu mulus. Dia selalu memarahiku, terutama saat aku akan manggung. Kenapa? Karena sebagian besar teman band-ku adalah cowok. Pacarku itu pun tak sungkan untuk berbuat kasar padaku. Terkadang aku spontan menangis setelah dia kasar padaku, dan dia selalu minta maaf dengan sangat memelas. Aku ini orang baik, aku tak mudah tersinggung. Aku selalu memaafkan orang yang berbuat salah padaku, walaupun dia tak minta maaf sekalipun. Yaa meskipun masih ada sedikit kesal, aku pasti maafkan dia. Terutama pacarku itu, yang permintaan maafnya sudah tak bisa dihitung lagi dengan jumlah jari tangan ditambah jari kaki atau dibandingkan dengan jumlah fret gitar sekalipun. Aku terlalu sayang dia sehingga aku selalu memaafkannya. Selama tiga tahun itu, kami tak pernah putus-sambung dalam hubungan tapi hubungan kami selalu diwarnai perseteruan dan kebahagiaan yang sama besarnya.

Ternyata memang benar bahwa waktu bisa merubah segalanya. Tiga tahun adalah waktu yang sangat cukup untuk merubah Alexa sang Gitaris lugu menjadi seseorang yang kehilangan arah hidup. Aku yang dulu dan sekarang masih sama : cantik, pintar, gitaris handal, baik. Semua orang tau itu. Tapi aku sudah bukan Alexa yang dulu. Aku makin cuek dengan keadaan sekitar, terutama aku menjadi sangat sakit hati dengan cowok. Hmmmm, aku memang masih tertarik dengan mereka. Tapi sekarang aku sudah tak pernah bisa membedakan manakah cinta yang dulu selalu aku agung-agungkan kesuciannya. Pacar pertama dan yang ku anggap terakhir dalam hidupku itu sudah menodaiku, dan yang paling sakit adalah ketika dia lebih memilih perempuan lain. Sakit. Sangat sakit. Tapi sayangnya, aku adalah wanita yang tegar.

Bagiku, lebih baik ku pendam sendiri semua ini. Aku anggap ini adalah suatu hal yang membentuk kepribadianku menjadi dewasa. Tapi aku kehilangan apa arti cinta yang sesungguhnya. Aku lahir tanpa cinta, hanya nafsu. Aku tau aku tak diinginkan. Kalau boleh memilih juga aku tak mau seperti ini. Orangtuaku selalu bertengkar. Uang, uang, uang. Masalahnya bukan hanya uang yang susah dicari, ayahku tak hanya mencari uang, tapi juga perempuan!! Yang kini aku yakini hanya satu : hanya ada garis tipis antara cinta dan nafsu belaka.

“Jangan jatuh di lubang yang sama.” Kata orang memang begitu, dan aku turuti. Aku trauma dengan hubunganku yang gagal. Sekuat apapun aku mencoba bertahan dan menghilangkan trauma itu dengan cara belajar mencintai orang lain dan membuka hati, aku selalu gagal membina hubungan. Selain karena mereka semua sama belangnya, aku juga takut mereka menghujat kelam masa laluku jika akhirnya mereka tau. Sebelum itu terjadi, lebih baik semuanya ku akhiri saja. Resikonya, aku dianggap sebagai seorang cewek player. Lucu ya.

Sekarang adalah lembaran baru hidupku. Aku tau aku bisa melupakan kelamku. Seperti yang aku bilang, aku wanita yang tegar. Meskipun aku terlihat lemah, tapi di dalam hatiku sangat kokoh dan takkan hancur walaupun masalah hidupku sangatlah berat untuk seorang sepertiku. Aku tak pernah menangisi hal ini. Sekalipun aku menangis, itu bukan karena aku cengeng. Aku menangis karena menangis dalam hati sudah tak memungkinkan lagi. Selesai aku menangis, aku selalu merasa lupa apa yang barusan aku tangisi. Aku selalu berpikir ini tak perlu ditangisi, tapi kadang aku tak kuat juga memendamnya.

Segala sesuatu yang terjadi padaku membuatku menjadi aneh. apalagi semakin dewasa, aku semakin sedikit memiliki teman perempuan. Aku merasa aneh saat memandang atau disentuh beberapa cewek. Dan aku tak merasakan debaran yang sama saat ada cowok tertentu yang menyentuhku, dan bahkan untuk cowok lainnya aku merasa jijik. Tubuhku seperti sudah mati rasa. Saat teman cewekku menangis di pelukanku, perlahan aku merasa berdebar, aku merasa sangat ingin melindunginya, aku ingin….. Aaakh, aku sangat nyaman dengan momen itu. Tapi saat seorang teman lawan jenisku menyentuhku, aku tak merasa berdebar-debar. Saat merasakan keanehan itu rasanya aku ingin membakar tubuhku sendiri. Aku benci! Aku memang diam saja saat dia merabaku. Itu bukan karena aku ingin, tapi karena aku bingung, aku diam karena aku sedang berpikir apa yang sedang terjadi padaku. Mungkin aku merasakan nafsu yang sama, tapi nafsu itu langsung berubah menjadi kemarahan. Dendam dan sakit hatiku yang selama ini tak pernah ku ungkap mendadak muncul ke permukaan, dan itu membuat hatiku sangat terluka. Bukan salah dia. Tak ada yang salah. Yang salah itu aku. Aku memang takkan pernah mengulang kelamku itu, tapi aku tau semua cowok akan seperti itu pada akhirnya. Aku tak pernah menyalahi kodrat mereka sebagai lelaki, tapi aku juga takkan memberikan ‘aset’-ku yang sudah terkikis itu lagi untuk makhluk bernama ‘cowok’. Bukan hanya aku, sebagian besar perempuan pun sama sepertiku. Mereka sakit hati diperlakukan seperti itu oleh cowok, tapi mereka takkan kuasa jika para cowok sudah merayu. Banyak cewek yang bilang, “Cowok itu anjing!”. Menurutku, kalau memang cowok itu anjing kenapa cewek suka memelihara anjing?? Semua ini kodrat, hey para cewek! Aku selalu berpikir, seandainya aku diberi kesempatan untuk jadi seorang cowok, aku pasti akan menjadi cowok yang baik dan aku akan menjaga cewekku dengan sebaik-baiknya. Tapi kenyataannya aku perempuan, aku hanya bisa memandangi cewek yang aku cintai dari jauh, walaupun dia selalu disakiti oleh cowok dan dia selalu menangis di pelukanku, walaupun dia menganggap aku hanya teman terbaiknya karena dia pasti akan menjauhiku jika dia tau aku aneh begini. Setiap dia bertanya tentang pacarku, aku selalu jujur jika memang aku punya pacar, tapi aku jarang bercerita mendetail karena aku malas membahas hubunganku yang tak pernah benar. Semua cowok yang mendekatiku sepertinya menganggap aku hanya mainan. But, I think the opposite : Boys are toys coz they made me like a toys!

Tut-tut-tut.

Halo? Alexa? Tadi darimana ya? Aduh, kok teleponnya putus. Yaudah, kita langsung aja denger request lagu nih dari….., ha? Alexa lagi? Nih dia request lagunya Silbermond yang Die Liebe lässt mich nicht. Aduh apaan dah tuh, ‘nggak ngerti. Trus ada pesen juga nih dari dia, untuk para cowok. “Jika seorang wanita menangis karenamu, tolong jangan menyia-nyiakannya. Mungkin karena keputusanmu, kamu merusak kehidupannya.” Ugh, so sweet. Yaudah, slamat mendengarkan ya pemirsa. Saya juga jadi penasaran nih lagunya kayak apa sih, hehe. Oke oke, jangan ke mana-mana tetep di Nowhere FM bersama saya Joan Alaska!

Anemone

Berawal dari Facebook, gw pertama kali mengenal Ipul. Tanpa sedikitpun niat awal untuk ngomongin band, gw pun ngeview profilnya. awalnya gw tertarik ngeview profil facebook nya gara2 dia ngepoke gw gitu (yaah kagak tau dah dia ngepoke gw dr jaman kapan, yg jelas gw baru ngehh). Lalu saat gw liat PP nya yg kebetulan lagi maen drum, gw tertarik untuk menjadikannya teman d Facebook. belum sejam, kami udah jadi fren d FB, dan komen2an lah kami. Oh ternyata bener, dia drummer.
Setelah berlanjut  ke message FB dan SMSan, beberapa hari kemudian dia mendadak ngajak gw jadi additional guitar d band nya. Waduh, paniklah gw, secara gw kan belom tau aliran band nya kayak apa. tapi yasudalah, lusa nya dia langsung ke rumah gw untuk nyusulin gw mau ke studio musik yang kebetulan letaknya d daerah Tebet.
Gw agak kaget saat malam itu dia jemput gw, gw kira dia sendirian, eh ternyata ama 2 orang lagi. Dia ngebonceng seorang cewe bernama Vany yg tadinya gw kira bukan cewe. Lah lagian Ipul bilangnya personilnya cowo semua (FYI : dia belom cerita bahwa itu adalah manager bandnya, tp yang jelas dari awal gw udah nebak pasti ada something di antara Ipul n Vany. Haha). Di motor yang 1 lagi, ada seorang cowo biasa, yang awalnya gak menarik perhatian gw memang, yang akhirnya dia yg ngebonceng gw ke studio. Setelah berkenalan dan sedikit ba bi bu, maka berangkatlah kami.
Di perjalanan, supaya gak bete, gw berkicau aja nonstop ke cowo yg ngebonceng gw yg bernama Dody itu. Tak diduga, hujan turun dengan derasnya, tak tertahankan, sehingga kami terpaksa meneduh di sebuah halte kecil bersama dengan orang yang kehujanan lainnya. Sayangnya, Ipul n Vany yang ada d motor lainnya, terpisah dengan kami. Singkat kata, Halte mungil nan gelap itulah yang jadi saksi bisu antara gw n Dody malam itu. Gw inget banget kata2 gw, "Waduh, pertemuan pertama so sweet amat yak.." Eh tu anak cuma mesem2 aja. Akhirnya gw ngobrol deh tu berdua. Cuma dalam waktu 20 menit, obrolan gw udah kayak kenal lama sama dia. Pas itu, anehnya kagak ada tuh yang namanya getar2 anjass yang biasa dirasakan antara cewe ama cowo yang normal.
Sekitar jam 9 malam, akhirnya nyampe dah tu di studio. Di sana gw ngeliat ada cowo berwajah gahar yg gw kira judes, eh taunya ramah abis, namanya Kiki, sang vokalis. Ada satu lagi cowo yg dari pandangan pertama gw langsung tertuju ke rambutnya yg mengingatkan gw pada Woody Woodpecker, Andri sang Bassist. Terakhir ada Anggi pada Gitar 2, yg gw gak nyangka banget sekarang setelah gw tau ternyata dia layaknya hewan pemamah biak yang memiliki 4 perut (baca : rakus).
Sebenernya gw bingung apakah perkumpulan para pemusik yang tergabung di bawah naungan nama Anemone ini bisa disebut band atau tidak, coz gw lebih ngerasa bagaikan nonton OVJ secara live setiap kali ngumpul sama personil2nya. gw udah kayak guest star OVJ aja deh pokonya, tapi untungnya gaya becanda gw lumayan masuk ke gaya becandaan Anemone.
memang banyak pengalaman kocak bin konyol, ataupun yg nerd sekalipun yang gw alamin bersama Anemone. Dody sang Lead Guitarist yang entah kenapa gw selalu memergokinya kentut saat gw lagi berada di deket dia (atau memang dia sengaja menghadiahkannya ke gw?), akhirnya sekarang dia jadi perampok, perampok hati gw. Hahahaha, anjass.
Kalo orang pikir gw sering nongkrong sama Anemone karena gw pengen Ketemu Dody mulu, itu salah besar. Ada 1 hal yang gw gak punya, tp bisa gw dapetin di Anemone : Arti Persahabatan. Oke, Anemone mungkin bukan kelompok musik handal yang lagu2nya cadas menggetarkan dunia persilatan (yaiyalah, wong band ko' tau2 menggetarkan dunia persilatan!), tapi lagu2 Anemone merupakan tetesan keringat, canda, dan tawa dari tiap2 personilnya yang dirampungkan dalam melodi-melodi yang terpaut dengan sempurna. Lagu hits nya aja yang berjudul Sunyi (Tanpa Dirimu), ada melodi gurun pasirnya. Tehehehehe. Pokoknya bagi gw Anemone adalah ikon persahabatan. Gw juga punya band, dari yang serius sampe yang cuma untuk ngisi waktu doang, tapi gw belom pernah ngerasain seperti yang gw alamin saat gw berada d tengah2 Anemone. Personilnya kebanyakan memang umurnya kebih tua dari gw (bukan tua deh, dewasa.. hehe), kecuali Andri yang beda setahun sama gw sekola nya, padahal mah tahun lahirnya sama ama gw. Walaupun begitu. gw ngerasa dalam Anemone gak ada yang namanya rasa senioritas atau semacamnya. Pokonya gw acungin 5 jempol : tangan kanan&kiri, kaki kanan&kiri, sama "jempol" yg 1 lagi seandainya gw punya.
Pokoknya tanpa mengurangi rasa hormat atau bermaksud sok tau tentang Anemone, gw minta maaf atau kurang n lebihnya. Bagi gw Anemone merupakan keluarga kedua dalam hidup gw, apalagi di saat gw lagi galau mencari jati diri kayak sekarang ini, Anemone adalah tempat gw bernaung. Maklumlah remaja, masih labil, hehe. makasih banget buat Anemone yang sabar ngadepin gw yang selalu minta makan (hehe), atau kalo gw lagi jayus, n untuk kalian yang gak ada bosen2nya bikin gw ketawa ampe mencret dari idung. Gw gak tau apa jadinya gw kalo gak kenal Anemone, mungkin selama gw galau akhir2 ini, jangan2 gw udah terjerumus sama orang2 yang tidak sebaik Anemone. Anemone : satu semangat satu tujuan! Tingkatin prestasi n bikin lagu sebanyak2nya. Jangan lupain gw ya kalo kalian udah sukses, terutama Dody, walaupun (tapi jangan sampe deh. amit2 jabang bayi!!) misalkan suatu saat nanti kita berpisah, bagi gw lo tetep personil Anemone yang selalu ada di hati gw. yah begitulah sepatah dua patah kata (etdah??) dari gw yang merupakan pesan n kesan gw setelah kenal Anemone & saat gw jadi additional.
Anemone kan tanaman laut yang bentuknya gak banget, sebenernya itu tuh hewan lho, tapi makhluk ini gak pernah nunjukkin kelebihannya sebagai hewan, justru dia ngelindungin ikan2 kecil dengan menjdi sarangnya. Seperti band Anemone yang kagak sombong nunjukkin kebolehannya sebagai musisi (yah walaupun kalo belom terkenal harus sombong yaa.. hehe), tapi Anemone memiliki persahabatan yang kokoh. Gw sebagai "ikan kecil" bisa rasain itu.
Sekian dari gw.
With love,
Olyvia.

Ich will nur sagen


Ya Tuhan, aku tak membencinya, tapi entah mengapa aku cemburu saat tau dia bagaimana. Dia memang sama sepertiku, tapi tetap saja aku sedih. Bukan karna aku egois, tapi karna ku takut dia masih mencintai seseorang. Apakah aku hanya pelampiasan? Apakah aku selalu ditakdirkan utnuk memilik perasaan yang lebih besar d banding rasa yg d miliki pasanganku? Apakah aku harus memaki? Ataukah ku harus mengunci mulut dan terpaku, merasakan sakitnya cemburu?


Aku rindu hangat genggamannya. Apakah dia juga begitu? Ingin rasanya ku memeluknya, namun ku tak kuasa. saatku belai rambutnya yang hitam, hatiku sakit. Sakit. Tapi ku slalu ingin membelainya, aku ingin memeluknya erat dan membiarkannya mendengar suara jantung ini, mendengar suara hati ini, bahwa aku mencintainya. Meskipun mungkin aku belum memiliki seluruh hatinya, dan hanya bisa buatkan lagu2 untuknya. Meskipun raga ini bukan yang pertama untuknya, dan meskipun raganya juga bukan yang pertama untukku.

Terkadang ragu itu kembali muncul. Seringkali kepercayaan diri itu hilang. Beberapa kali ku rasakan panas hati yang orang katakan sebagai cemburu, tersulut dalam dadaku. Dia bukan yang pertama untukku, dan aku bukan yang pertama untuknya. Dan hal itu membuatku bertanya, apakah aku satu-satunya d hatinya?
Cemburu itu datang, dan pergi sekejap mata. ketika ku ingat masa laluku yang suram, ku sadarcemburu tnpa fakta adalah suatu ketidakpentingan. Ku ingin lihat apa yang dia lakukan saja. Aku percaya dia.
Setelah 3 tahun penuh siksa itu ku jalani, ku rasa hatiku sudah bermutasi. Dahulu ku hanya pencemburu yang keliru. Kini, ku biarkan semua mengalir. Meskipun aku tak sebaik dulu, tapi ku ingin menjadi air yang menyejukkannya. Mengalir dengan bebas, ringan, dan jernih. Ku ingin transparan seperti air, dan ku harap dia juga begitu.

Aku percaya dia.

Alay Itu Update (?)

Apakah alay merupakan gaya hidup? Seperti yg kita telah ketahui, sesuatu yg banyak ditiru dan ada d mana2 adalah trend. Tp mengapa banyak ciri2 alay yg sangat terlihat d sebagian besar kalangan remaja sekarang. Sadar atau tidak sadar, trend alay semakin menjamur termasuk pada anak band, mungkin saya pun sudah agak terjangkit. Haha =P
Seperti yg tlah kita rasakan dalam pengalaman2, jika ada orang yg tdk mengikuti trend, biasanya masyarakat atau lingkungannya akan mengatakan bahwa orang itu tdk update. Nah, bagaimanakah dgn kita (orang2 yg tdk alay)? Apakah kita ini tdk update? Tdk mengikuti trend yg sedang marak ini? Waduh, sepertinya ini menyangkut harga diri. Lebih baik d bilang alay ataukah d bilang tdk update? Pilihan sulit. Apakah jawaban anda jika pertanyaan itu d tujukan pada anda?
Menurut pendapat saya, sepertinya jawablah dgn sederhana dan bijaksana : jadilah apa yg anda inginkan. Jika hati anda terpanggil untuk menjadi alay, kenapa tidak? Jika alay memang pilihan anda dan cocok dengan gaya hidup anda. Daripada anda menjadi orang2 pencela alay, padahal jiwa anda alay. Tapi jika alay tidak menceeminkan kepribadian anda, janganlah memaksakan utk menjadi alay.
Alay jg bukan berarti tidak memiliki sopan santun. Sadarkah kalian, Hai para pencela alay? Saya sebagai penganut golput (hehe) hanya ingin memberi saran. Jika "alay" tidak mengganggu anda, ada baiknya kita hidup bertenggangrasa. Coba bayangkan jika anda adalah pihak yg d lecehkan.
Lalu sebenarnya apa definisi alay? Para pencela alay selalu mendeskripsikannya dgn ciri fisik, gaya berpakaian, dan pergaulan. Padahal sih menurut saya alay itu lebih ke sikap "mengganggu privasi dan hak orang lain". Masa sih orang tdk salah apa2, lalu dicela begitu saja?


Sekian dulu ah. Mohon maaf jika tulisan ini tdk jelas tujuannya. Tapi ini memang topik kontroversi yg menarik untuk dibahas. Trimakasih utk yg sudah capek2 membaca! =P

Monolog

Pernahkah kau berbohong, atau setidaknya melebihkan suatu hal di hadapannya hanya karena ingin mendapatkan perhatiannya?
Pernahkah kau merasa sangat ingin pergi darinya hanya agar dia mengejarmu?
Pernahkah kau ingin menggigit tangannya sampai putus hanya supaya dia mengerti?
Dan aku mengalaminya.
Bahkan terkadang aku ingin mencongkel keluar bola matanya hanya karena aku tak ingin dia menatap makhluk lain (baca : perempuan) kecuali aku. Terkadang aku berkhayal bagaimana jika aku menjahit mulutnya agar hanya aku yang bisa mengerti apa yang dia bicarakan, dan agar dia tak memanggil mesra perempuan lain selain aku.
Andaikan itu terjadi pun, ku rasa itu tak ada gunanya.
Itu hanya pertanda bahwa aku terlalu menyayanginya. Dan aku sadari aku memiliki perasaan yang lebih besar darinya (lagi). Salah? Hati kecilku berkata TIDAK, tapi egoku berkata : ya, jelas!
Kenyataannya di sini apa?
Kalau jadi aku, pasti kalian akan mencoba untuk menghibur diri, bukan? Sudah. Tapi apa? Menghibur diri adalah salah satu cara untuk menghindari kenyataan. Oke, itu persepsiku.
Aku hanya menginginkan hal sederhana. Aku hanya ingin diyakinkan dalam bentuk yang konkret bahwa aku memang berbeda dari aku yang dulu masih “sendiri”. Ya harus! Kalau tidak, apa yang membedakan aku kini dan dulu? Lucu memang, tapi ini penting bagiku.
"Hati wanita sedalam samudera."
Ah, kiasan yang berlebihan! Maksudnya apa?
Hati wanita itu susah ditebak? Atau, wanita itu memang rumit?
Aku tahu kalimat ini dibuat oleh seorang laki-laki. Karena sebenarnya bukan karena hati wanita yang sedalam samudera, tapi laki-laki lah yang memang “tidak bisa berenang”, atau mungkin, “takut air"? Atau lebih parah lagi, laki-laki memang tak ingin tahu bagaimana isi dan dalamnya samudera (?)


Oke, aku mulai bingung ini sebenarnya pertanyaan atau pernyataan.

Sabtu, 01 Januari 2011

[Cerpen] Er ist meine Symphonie

Agustus 2008…


I : guten abend

Fred : d sini masih siang kale, blm mlm. xD

waktu d sana lebih cepat 5 jam drpd d sini :)

 
Damn! Isshh, malu banget deh gue udah salah, ternyata dia bisa bahasa Indonesia juga!


I : hehe.

Kirain masih d jkt :p

Fred : enggak kok, udah balik nih :)

I : oh, salam kenal yah ;)

Fred : yeah :)

Lo tau gw?

I : byk tmen gw yg 1 skul sama lo d skul lo yg d jkt ^^,

Fred : wew, gw cukup famous juga yah.

Kidding. xD



*     *     *



KRIIIIIIING!!!!

BRAKK!

GEDEBUGGGH!!

Damn. Jam beker babi itu berdering di atas meja kamarku hingga bergerak jatuh di atas dahiku. Hey! Aku tak berkata kotor, tapi jam bekerku memang berbentuk babi lucu berwarna ungu, warna favoritku. Ugh, aku baru sadar aku berada di lantai karena tadi jatuh dari tempat tidur. Pantas saja badanku yang kurus ini terasa remuk.

Ku lihat jam. Hah? Masih jam 4 pagi?? Pasti adikku, Chessy, memajukan waktu alarm-ku. Hufth, sudahlah. Aku beranjak membuka notebook-ku. Mendengarkan mp3 lagu-lagu ciptaanku, tentunya dengan volume kecil. Aku teringat isi chat-ku semalam. Oh, dia begitu mempesona! Hehe. Padahal dia biasa saja kok. Malah, teman-temanku yang 1 sekolah dengannya selalu berpendapat buruk tentang Fred. Meskipun Fred hanya bersekolah di situ kurang dari setengah tahun. Teman-teman cewekku, selalu berkata dia tidak baik, genit, gombal, ahh…pokoknya semacam itulah. Kasihan sekali cewek –cewek itu. Mungkin mereka pernah mengalami kejadian tak menyenangkan dengan Fred. Haha! How poor you are, Girls!


*     *     *


Aku membuka profil Facebook-nya. Sebenarnya aku tidak hobby bermain Facebook, terutama melihat-lihat profil orang begini, apalagi di pagi buta seperti ini. Untuk kali ini pengecualian : karena aku naksir Fred. Hey, coba lihat!


Nama : Frederick

Tempat, Tgl lahir : Hamburg, 29 Juni 1991

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tertarik Pada : Perempuan

Mencari : Persahabatan

Teman Kencan

Status Hubungan : Berpacaran dengan Viona Marizka


Arrrgghhh. Damn! Damn! Damn!

Hatiku membara, langsung saja aku kirim permintaan pertemanan ke pacar Fred. Ugh, aku sudah lihat fotonya. Cukup manis dan…kaya.


*     *     *


“Kak, kenapa lo? Manyun kayak asshole tuh mulut. Haha!”. Ucapan Chessy mengagetkanku. Aku melirik, lalu kembali ke posisi awal.

“Diem lo. Gue lagi sedih nih! Fred ternyata udah punya cewek..”

“Yah, elah.. Cuma karena itu doang lo manyun?? Janur kuning belom melengkung, Fred masih milik bersama! Masa’ sih Lovytha sang Gitaris jadi kicep cuma gara-gara gebetannya udah punya pacar?”. Chessy berkicau sambil mengguncang bahuku.

“Omongan lo bikin lo mendadak jadi lima tahun lebih tua dari umur lo yang sekarang tau ‘nggak.”, kataku sambil memutar bola mataku ke atas.


*     *     *


Juni 2009…


Akhirnya hari wisuda tiba juga. Bye-bye putih abu-abu, hehe. Gara-gara National Exam yang menyibukkanku, sebulan ini aku tidak berkirim message dengan Fred. Tapi aku dapat info tentang Fred dari Zackary (aku biasa memanggilnya Zack), teman sebangku-ku yang juga tetangga Fred waktu Fred tinggal di Jakarta. Jadi aku tahu Fred sudah hampir setahun pacaran dengan Viona. Dia emang cewek beruntung. Bagaimana ya cara menaklukkan Fred?

“LOVYTHA!!”

Gentakan itu membuatku tersadar dari lamunan. Sanggulku hampir copot karena kaget. Siapa sih yang manggil, tanyaku dalam hati.

“Vy, buruan! Dari tadi lo dipanggil Herr Ronald tau!”, ujar Zack.

“Ngapain dia mangil-manggil gue?”, tanyaku dengan raut merasa terganggu dan bodoh sekaligus.

“LO DAPET BEASISWA KE JERMAN, VYYYY!!! Makanya simak dong acara yang di panggung!”. Teriakan Zack membuatku bengong. “Ya’elah. Dah buruan maju ke panggung!”. Zack menuntunku maju ke panggung. Perlahan ekspresiku berubah menjadi kegirangan.

Alles Gute, nak! Herr Ron akan selalu mendukungmu.”, kata Herr Ronald yang langsung menyalamiku saat aku tiba di atas panggung.

Vielen Dank, Herr Ronald.” Aku tak bisa berhenti tersenyum, apalagi gemuruh tepuk tangan pun tak kunjung usai.

Bitte, Lovytha. Mulai besok kamu sudah harus ikut pelatihan bareng siswa pelatihan yang lain ya.”

“Waduh, pelatihan gimana maksudnya?”

“Jadi, kamu harus memperlancar Deutsch-mu sambil kamu juga bekerja part-time dan hasilnya kamu tabung untuk biaya hidupmu di Jerman.”, jelas Herr Ron.

Was?? Jadi saya tinggal di asrama selama pelatihan , trus saya cuma boleh keluar asrama untuk kerja?”, tanyaku, sambil berharap itu tidak benar.

Ein Hundert buat kamu! Enggak salah kamu dapet beasiswa.” Puji Herr Ron sambil menepuk sebelah bahuku. Tak lama, guru Bahasa Jerman-ku itu mempersilahkan Kepala Sekolah untuk memberikan penghargaan untukku.

“Oh, selamat, Nak! Kamu Lovytha, gitaris band sekolah kita, ‘kan? Ternyata kamu anggun juga pakai kebaya.”, ucap Pak Kepala Sekolah seraya menyalamiku. Aku hanya mengangguk-angguk saja sambil tersenyum. Aku malas berkomentar. Pak Kepala Sekolah masih menepuk-nepuk pundakku sampai akhirnya matanya terperanjat ketika melihat ke bawah. “Lovytha! Kenapa pakai sepatu keds, harusnya ‘kan high heels!”. Belum sempat beliau menjewer telingaku, aku sudah turun panggung sambil nyengir.


*     *     *


“Gimana nih, Jek?” mulutku sudah kerucut, kebingungan mau kerja apa.

“Hmm, gue juga bingung.”, ujar Zack lemas. Dia memang teman baikku saat ini dan untuk selamanya, ku harap. For you info, dia drummer band-ku.

“Ugh, dikit lagi gue bisa ngejer Fred ke Jerman. Hehe!” aku sumringah di depan cermin, sambil membetulkan letak poniku.

Dok-dok-dok!

“Vy? Zack? Ada Mira nih.” Ibuku berkata sambil membuka pintu kamarku, lalu Ibuku kembali ke dapur. Ternyata tetangga sekaligus teman sekolahku itu datang.

“Iiiihh, kalian kok berduaan di kamar sih. Aku cemburu!”, kata Mira sambil pura-pura memukul-mukul Zack yang sedang terlungkup di kasurku.

“Isshh, aku mah males ngapa-ngapain dia, ih! Adanya juga dia yang ngapa-ngapain aku. Haha!”, canda Zack yang sekonyong-konyong bangun dari kasur untuk bersiap menangkis jitakan-ku. Mira, pacar Zack, cuma menahan tawa.

“Cuihhh, Entschuldigung. Males banget gue, wee’!” Zack bersungut-sungut melihat ekspresi pantulanku di cermin yang cuma menjulurkan lidah lalu kembali berkaca.

“Haha, dasar freak kalian berdua! Oh iya, nih gue dapet pamflet audisi Home Band di Café Orange. Audisinya gratis, minggu depan jam tiga sore.” Mira menyudahi joke-ku dan Zack. Aku dan Zack saling berpandangan sambil nyengir. Ya, band-ku akan berusaha memenangkan audisi itu dan aku akan mendapatkan pekerjaan yang aku inginkan : Gitaris.


*     *     *


“Dasar istri tak tahu diri! Minta uang terus! ‘Nggak tahu aku capek kerja seharian??” teriakan itu membuatku terbangun.

“Tapi Chessy harus membayar uang masuk SMA, Pa!”

BRAKK!!

Hening. Aku tahu Ayah sudah pergi lagi. Aku mengendap-endap ke luar kamarku, aku mengintip ke arah ruang tamu. Ibuku menangis. Seperti biasa, aku beranjak masuk ke dalam lemari baju. Ya, itu memang tempat persembunyianku saat aku ingin menangis. Sejak kecil aku selalu bersembunyi di situ karena aku takut menjadi pelampiasan kemarahan orangtuaku yang bertengkar. Ya, Tuhan. Kapan kesedihan ini berakhir? Aku tak tahan jika melihat ibuku seperti ini tapi di sisi lain aku merasa bingung, kenapa selalu aku yang dijadikan pelampiasan kemarahan ibuku? Jika ibu sedang dimarahi ayah seperti ini, aku hanya bisa diam. Dalam hatiku berkata, jika ayah tidak membentak ibu, aku takkan begini.

“Mendingan gue tidur.” bisikku.


*     *     *


“Mah, aku berangkat ngeband dulu ya!”, teriakku dari dapur sambil berlari ke arah teras. Aku mundur lagi ke meja makan, mengambil bekal yang sudah disiapkan Ibuku. Seperti biasa, tiap pagi, ku anggap seperti tak pernah ada masalah. Tapi tulang belakangku seperti agak remuk karena semalam tak tidur dengan nyaman.

“Bekalnya jangan lupa!”, teriak Ibuku yang sedang mencuci di belakang.

“Iya, Mah. Daa!”

“Hati-hati, Nak! Jangan terlalu malam!” Aku tak menyahut, karena itu sudah pasti ku laksanakan. Aku beranjak ke teras, lalu duduk untuk memakai sepatu keds-ku. Zack yang belum mematikan mesin motornya memandangku yang sedang tertunduk mengikat tali sepatu.

“Lovytha, Lovytha. Ckckck…” kata Zack yang menggeleng-geleng sambil tersenyum. Aku menatapnya dengan raut bingung. Dia mengerti bahwa aku bingung, lalu melanjutkan perkataannya, “Lo tuh ya. Sepatu? Keren. Outfit? Cool. Tampang? Not bad. Bawa-bawa gitar listrik lagi, makin cadas dah. Eh pas diperhatiin, megang bekal makanan dari emak! Lucu lo, haha!”

“What’s wrong?”, tanyaku retoris, merasa tak ada yang aneh dengan diriku.

“Ya udah cepet naek!” Zack berkata sambil member isyarat dengan kepalanya supaya aku duduk di boncengannya. Aku mendekat.

“Minggir-minggir! Gue di depan!” Aku merebut kendali motornya.

“Oh, lo mau gue bonceng di depan? Boleh, boleh. Hehe, kidding!”

“Genit, ih! Sini, gue yang bonceng lo.”

“Hah? Lo yang mau bawa motor? Emangnya lo bisa kopling?”

“Lo kira gue Wonderwoman bisa bawa motor? Gue cuma bsa ngendarain motor. Woles aja lah sama gue.” Aku tersenyum bangga sambil memacu motor perlahan. Makin lama aku menaikkan kecepatan.

“Woy, pelan-pelan aja, Vy! Gue takut kalo lo yang bonceng. Lagian kalo ngebut, emangnya gue boleh meluk lo dari belakang? Hehe…”

“Peluk aja. Kalo lo meluk, gue tambah ngebut nih.”

“Kalo lo tambah ngebut, gue tambah kenceng dong meluknya? Hihi…”

“Wah, nantangin nih?? Lo udah pake asuransi, ‘kan, Jek? Tariiiik, Maaaang!” aku bercanda, tapi benar-benar menaikkan kecepatan.

“LOOOOOVYTHAAAAA……!!!!!!!!!!!”


*     *     *


Ku lihat Mira sedang duduk di Café Orange di depan studio tempat band-ku audisi. Setia banget anak itu, nungguin Zack sampai selesai audisi. Ahh, jadi teringat mantanku yang dulu selalu setia menunggu aku yang ngeband berjam-jam.

Aku berjalan masuk ke Café itu sambil tak sadar terus teringat kenangan bersama mantanku itu.

BRUKK!!

Arrghh, polo shirt hijau-ku yang bertuliskan ‘GERMANY’ basah terkena float seseorang yang menabrakku. Cewek putih, agak berisi, dengan outfit branded plus rambut panjang bergelombang dan poni lurus.

“’Nggak punya mata? Atau ‘nggak punya duit buat motong poni lo yang nutupin mata??” Ocehan cewek itu membuatku muak. Setelahku membersihkan sedikit float di bajuku, aku pandangi cewek sombong itu. Hah? Ku rasa aku mengenalnya!

“Diem lagi! ‘Nggak punya mulut juga??” salah satu dari 2 teman dari geng cewek itu ikutan berkicau. Rambut bondol, anting sebelah, hidung ditindik, celana gombrong, kaos ketat. Ternyata masih punya dada, padahal aku kira dia cowok. Tapi untungnya mukanya terlalu cantik untuk jadi cowok. Kalau dia cowok, pasti sudah ku hajar dengan gitar listrikku.

“Duh, udah deh. Aku mau pulang nih.” Seorang cewek manja yang termasuk anggota geng itu merengek, sambil mengemut lollipop. Manis, tapi terlalu kekanakkan.

“Oh, gue tau. Lo tuh Lovytha, yang sering comment status cowok gue, ‘kan??” kata cewek yang dari awal pun aku menebak bahwa dia memang Viona.

“What’s wrong? Verdammt.” tanyaku sambil melengos pergi ke arah Mira yang sekarang sudah berdiri dari posisi duduknya tadi. Tak lama, kebetulan Zack datang ke meja kami.

“What’s up?” Tanya Zack.

“Viona…” kataku lirih. Menunduk, mengisyaratkan bahwa aku tak mau membahasnya dulu.


*     *     *


“Halo?”

“VY!! Band kita ‘I Hate Monday’, lolos jadi Home band di Café Orange!!!”

“Wadduhh, ‘nggak tereak di telepon gini juga kale, Jek!” teriakku sambil menjauhkan gagang telepon dari telingaku. “Eh, tapi beneran kita lolos??” Aku kembali mendengarkan telepon ketika sadar apa yang Zack katakan.

“Kapan sih gue bohong? Hehe.”

“Lo sih ‘nggak pernah bohong pas bulan puasa doang! Haha.”

“Wakakakak. Ya udah, yang penting kita udah resmi jadi Home band di Orange. Kita mulai manggung besok malem jam delapan, okeh?”

“Hah? Cepet banget udah manggung aja! Tapi untung jam delapan, ‘kan gue bisa sholat Isya dulu.”

“Cadas juga lo. Hehe,”

Tut-tut-tut.

“Halo, Vy? Anjrit, ditutup lagi teleponnya!”

*     *     *


Aku terbangun dari mimpiku. Aku lihat jam beker babi unguku. Baru jam 2 malam. Aku teringat mimpiku. Aku melihat profil Facebook-nya Fred. Ku lihat status hubungannya : lajang. Dia putus dengan Viona tepat satu tahun hubungan mereka!

Duh, ku harap mimpiku ini memang nyata. Ah, ‘nggak mungkin! Yang kayak Viona aja diputusin, apalagi cuma seorang Lovytha.

Mending online aja ah, buka Facebook. Siapa tahu mimpiku jadi kenyataan.

Pip!

Wah, ada yang mengirim chat padaku. Jam segini?


Zack : vy, coba view profil info-nya fred

I : wait a minute

Btw tumben ol jam segini

Zack : biasa, kaskuser

I : haha, dasarr

Zack : udah view?

I : wew..

Zack : why?

I : my dreams come true!


*    *    *


August 19th 2009

Subject : Wie geht’s?

I : hai, Fred.
Maaf ya baru bls, gw lama gak ol nih gara2 National exam.
Apa kabar? Btw lo bener putus sama pacar lo?
I’m sorry to hear that :(

Fred : kein Problem :)
Wow, National Exam? It sounds scary. xD
Hmm, yeah. That’s right :-/

I : that’s very annoying exam >_<
Btw, gw dpt beasiswa k negara lo :D 
Wart' auf mich :)

Fred : are you serious? :D Kapan k sini nya ^^,

I : serius lah, gw lagi pelatihan n part-time 10 bulan lagi gw k sana ;)


“Cieeee…!! Email-Email-an aja nih! Hehe.” Zack dan Mira mengagetkanku dari belakang. Wajahku yang terlalu serius sampai menabrak layar notebook-ku karena terdorong mereka.
“Waduh, ‘nggak gini juga kale dorongnya!” kataku sambil pura-pura marah. Hehe, rasakan!
“Hehe, maaf dong. Eh tapi kok ngobrolnya pake English sih? Katanya anak Deutsch. Hehe.” ejek Zack menyindirku.
“Ih apa tuh.. ‘Wart auf mich'? Cieee..!!”. Ternyata Zack melirik ke layar notebook-ku.
“Wah, songong lo, Jek. Suka-suka gue sama dia dong, woooo…! Mir, bantuin gebukiiiiin…..!!” seruku sambil beranjak mengejar Zack yang sudah pasang kuda-kuda untuk kabur.


*     *     *


Sepuluh bulan kemudian…



Minggu, 20 Juni 2010


Dear Diary,

Tiga bulan lagi, saat yang gue tunggu dateng juga. Sedih juga sih karena gue harus ninggalin keluarga n temen-temen gue sementara waktu. Sementara sih sementara, tapi 5 taon geelaa! Jadi, 4 tahun kuliah di sana, n I tahun magang gitu. Di sisi lain gue seneng karena gue bisa ngejer Fred. Gue sayang banget sama dia. Padahal gue blom tau dia juga suka apa enggak sama gue, aneh. Ich verstehe nicht.

Sebenernya feeling gue agak ‘nggak enak. Coz, tadi gue view profilnya Fred. Gue liat ada foto yang di-tag cewek bule (kayaknya sih temen sekolahnya). Pas gue perbesar, itu ternyata foto Fred lagi sama cewek itu di sebuah butik. Kayaknya sih ada temennya yang lain yang fotoin mereka. Yang bikin gue nyesek apa coba?? Cewek yang ada di foto itu lagi megang gaun nikah yang warna putih gitu lho! Gue liat kayaknya bahagia banget mereka berdua. Jangan-jangan Fred mau merit lage??

Ah, udahlah. Gue ke Jerman ‘kan untuk nuntut ilmu.


Lovytha


*     *     *


PDA yang ku beli dari hasil manggungku berbunyi di atas meja. Ringtone-ku yang berbunyi salah satu lagu band Jerman favoritku, berdering keras. Ku lihat PDA-ku : Incoming call >> Zack_IHM.

“Halo, Jek? Ada apa sih, udah malem juga. Besok gue harus berangkat.”

“Iya, tapi ada kabar bagus. IHM dapet job baru!” Nada bicara Zack terdengar ceria dan bersemangat.

“Bagus dong kalo gitu. Udah dapet gitaris pengganti gue, Jek?” kataku hati-hati. Aku berusaha menjaga intonasiku supaya terdengar ceria.

“Oh iya gue lupa bilang sama lo. IHM dapet job di Jerman! Café Orange ‘kan punya banyak cabang, nah kita di suruh promosiin cabang baru Orange yang di Berlin.”

“Maksud lo, IHM bakal ke Jerman bareng gue??”

“Iya..”

“Waaaaaaaaaaaaaaa……….!!!!”

“Etdaaah, sakit banget kuping gue!”


*     *     *


“Ma, ini untuk biaya Mama dan Chessy selama aku di sana. Maaf ya Vy Cuma bisa ninggalin uang segini.”

“Ya ampun, Mama dan Chessy juga ‘nggak mengharapkan ini kok, Vy.”

“Ya udah, Ma, Chess. Vy berangkat ke bandara dulu.”

“Ati-ati mabok.” kata Chessy tersenyum sambil memelukku. Aku bisa mendekap seluruh badannya karena dia termasuk mungil untuk ukuran anak SMP.

“Haha, dasar lo. Tapi jangan kecewa ya kalo lima taun kemudian gue pulang tanpa predikat sebagai ceweknya Fred.”

“Nyantai aja napa.” Kata Chessy sambil melepas pelukannya.

“Tenang ajalah, Vy. Waktu hanya ilusi.” Ibuku berkata sambil tersenyum penuh arti. Waktu hanya ilusi?


*     *     *


Aku beranjak masuk ke pesawat, sengaja ku pilih tempat yang dekat jendela agar aku bisa melihat awan. Aku mulai duduk di kursi empuk itu. Baru saja aku menghela dan menghembuskan napas panjang, aku mendengar suara yang ku kenal, persis seperti suara cewek yang mengomeliku saat di Café Orange. Viona.

“Halo, Pa? Aku mau Papa cepet sewa penginapan yang deket sama rumah Fred!”

Manja banget sih, kataku dalam hati. Rasanya aku mau lempar keluar pesawat tu cewek. Beruntung dia ternyata anak Kepala pelatihanku, kalau ‘nggak…

“Maaf, Mbak. Bisa tolong non-aktifkan telepon genggamnya selama penerbangan? Sinyal dari telepon genggam anda bisa merusak sinyal penerbangan kami.” Seorang pramugari cantik yang sedikit kebule-bulean (atau memang bule? Soalnya cara ngomongnya kaku banget!) tiba-tiba menegurnya. Aku bisa membayangkan betapa malunya dia.

Tak lama seorang cowok berambut agak ikal duduk di kursi di sampingku. Senyumnya ramah banget!, seruku dalam hati.

“Siswa pelatihan juga ya? Gue Gery.” Dia mengulurkan tangannya yang berkulit agak lebih gelap dari kulitku yang putih langsat, lagi-lagi dengan senyum yang tidak dibuat-buat.

“I-iya. Gue Lovytha, panggil aja gue Vy.”, kataku gugup sambil membalas uluran tangannya.

“V?”, tanyanya dengan raut aneh, sambil membuat huruf V dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya.

“Iya, V untuk Victory, hehe.” Aku menjulurkan lidah.

“Lo orangnya lucu dah, pasti lo pelawak ya?”, ucapnya sambil tertawa. Manis.

“Salah. Gue gitaris tau! Ahahaha!”, ucapku terbahak.

“Oh, ya?” Ekspresinya berubah bingung. Hmm, cowok ini benar-benar ekpresif.

“Yap. Gitaris.”, ucapku sambil nyengir.

“Wew, gue Vokalis. Aliran apa lo?”

“Pop-Rock. Metal juga suka sih, terutama untuk didengerin. Lo aliran apa?”

“Pop sama Jazz, kalo ‘nggak Blues. Rock juga suka, tapi jarang bawain lagu Rock.”

Warum?”

“Gue seringnya dapet job di Café romantis gitu, jadi request-nya lagu-lagu so sweet mulu. Hehe."

Ach so! Wah, kayaknya suara lo merdu nih. Boleh denger ‘nggak?”

“Boleh. Ehhem...!" Cowok itu berdehem, mengambil ancang-ancang sebelum bernyanyi."Wo willst du hin ich kann dich kaum noch sehn.. Unsre Eitelkeit stellt sich uns in den Weg.. Wollten wir nicht alles wagen, ham wir uns vielleicht verraten, Ich hab geglaubt wir könnten echt alles ertragen.. Symphonie Und jetzt wird es still um uns.. Denn wir steh'n hier im Regen, haben uns nichts mehr zu geben, und es ist besser wenn du gehst..

“Cadas….” Kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Aku benar-benar terpana mendengar suaranya yang berat dan merdu.

“Haha, cadas? Lo kira gue lagi scream barusan??” Dia tertawa terbahak sampai mukanya memerah.

“Hehe, gue ‘nggak nyangka lo nyanyiin lagu favorit gue : Symphonie.”

“Oh, lo suka Silbermond juga?”, ucapnya menyebutkan nama band Jerman favoritku.

“Yep.”


*     *     *


Selasa, 22 Juni 2010


Dear Diary,

Capek banget gue baru nyampe Berlin. Ich wohne in einem Mietzimmer. Pengen tidur tapi males, di sini pagi geelaa! Kalo di Jakarta harusnya udah malem. Bentar lagi gue pengen mandi aer anget trus gue mau refreshing ah keluar penginapan, sekalian cari rumah Fred, hehe. Di sini ada warnet ‘nggak ya? Notebook gue mati total, males banget nge-carge-nya. Gue pengen posting blog gue nih. Isi otak gue udah membuncah. Hmm, gue mandi dulu ah, aer panas di bak udah tumpah-tumpah nih.


Lovytha


Aku menutup buku harianku lalu bergegas mandi. Selama aku mandi, aku kepikiran kata-kata Ibuku sebelum aku berangkat ke bandara, waktu hanya ilusi? Otakku tak kuat memikirkan hal-hal berat kayak gitu, hehe. Bahasanya tinggi banget sih!

Setelah aku mandi, ku cepat-cepat berpakaian. Mantelnya lucu banget deh warna coklat tua bermotif kotak-kotak, matching dengan kaus kaki selutut warna coklat muda yang aku kenakan. Tapi kalo pakai ini di Jakarta sih bisa diketawain! Abisnya lumayan tebel, padahal suhunya lagi cukup hangat (tetap saja bagiku ini dingin). Badanku yang kurus bisa beku kalo ‘nggak pakai mantel!

Saat tiba di luar penginapan, aku kelihatan seperti orang aneh. Orang panas kok pake mantel, mungkin begitu kata bule-bule yang melihat penampilanku. Apalagi ditambah kupluk yang aku pakai. Kalau ini aku pakai bukan karena dingin, tapi karena manis banget aku pakai ini. Hehe. Lagian aku pakai rok mini kotak-kotak kecil kok sebagai padanannya.

Guten Morgen!” Seseorang melambaikan tangan padaku sambil tersenyum.

Morgen!” Aku menyahut. Aku tak menyangka ternyata aku satu tempat penginapan dengan Gery. Gery terdiam memandangku dari bawah ke atas. “Kayak orang aneh yah? Huhu..”, kataku dengan mulut kerucut.

“Manis.”, ucapnya singkat. Lagi-lagi sambil tersenyum. Aku pun tak bisa menahan senyum. Sebenarnya aku yang mau berkata seperti itu karena Gery terlihat sangat cool dengan outfit-nya : celana panjang coklat tua dan mantel yang 1 model denganku. Serasi banget kami kelihatannya. “Mau ke mana, Vy?”

“O-oh, mau jalan-jalan aja liat pemandangan!”, kataku cepat. Kelihatan banget kalau aku sedang salah tingkah.

“Jalan-jalan tanpa tujuan gitu mana asyik.”

“Abisnya gue ‘nggak tau tempat-tempat bagus di sini.”

“Ikut gue aja!” Gery berkata dan sekonyong-konyong dia menarik tanganku.

“Hm, für mich ist egal.”


*     *     *


“Kita ada di mana nih, Ger?

“Lo suka beruang ‘nggak? Mmm, cewek-cewek ‘kan biasanya demen sama yang berbulu gitu deh. Haha.”

“Idih, apa siiiih….?” Aku terbahak. Cowok ini memang benar-benar aneh sekaligus lucu.

“Sekarang kita ada dirkische Museum.”

“Kok museum sih? Katanya ada beruang? Huh, gue kira lo mau beliin gue Teddy bear. Hehe.”

“Jangankan bonekanya, nih gue tunjukkin beruangnya yang beneran, tuh!” Gery memegang kedua pundakku dan memutar badanku ke satu arah. Aku melihat seekor beruang besar berbulu coklat sedang diberi makan oleh penjaga.

“IIIIIIIHHH, LUCU BANGEEEETTTT!!!”

“Hussshh, berisik banget! Mereka pada ‘nggak ngerti omongan lo tau!” Gery sekonyong-konyong menutup mulutku. Bule-bule yang sedang berekreasi di situ menatapku dengan bingung.

“Pura-pura ‘nggak kenal ah…”, kata Gery seraya kabur meninggalkanku ke arah taman. Saat ku kejar, Gery berhenti mendadak sampai-sampai aku menubruk badannya yang lebih tinggi dariku itu.

“Iiiiiiiiisshh, ngeselin banget sih ngerem mendadak!”

“Sorry, sorry. Hehe.” ujar Gery sambil menepuk-nepuk kepalaku. “Liat tuh, ada patung beruang lucu banget.” kata Gery seraya menunjuk ke sebuah patung besar. "Tunggu yah.", kata Gery seraya bergerak mendekati seorang cewek Jerman yang lewat di depan kami. Mau ngajak kenalan mungkin? Ku lihat Gery memberikan sesuatu ke cewek itu. Gery bergegas ke arahku dan menarikku ke dekat patung itu, lalu Gery merangkul ku dengan tangan kanannya. Tangan kirinya membentuk huruf ‘V’ dengan telunjuk dan jari tengahnya.

“Cheese!” seru Gery. Aku refleks tersenyum beberapa detik sebelum blitz menyala. Beberapa saat kemudian ku lihat bibirnya bergerak mengucapkan ‘Danke schön’ ke cewek itu sambil mengambil kamera digitalnya kembali.

“Ih, lucu, Vy!” Gery antusias sekali melihat hasil foto yang tampil di layar kameranya. Senyumnya terlihat penuh kebahagiaan yang tak palsu. Aku seakan seperti sudah lama mengenalnya, padahal aku baru kenal dia satu hari.

KRUCUUUUKK….!

“Wah, laper lo?”, tanya Gery. Aku jawab pertanyaannya dengan senyum kecut. “Ke tempat makan yang itu yuk?” kata Gery sambil menunjuk sebuah restoran.

“Duh, gue takut ‘nggak doyan makanannya, Ger.”

“Kita liat-liat aja dulu sambil tanya-tanya.” Akhirnya kami berjalan ke arah restoran mini itu. Tiba-tiba Gery menghentikan langkahnya dan berkata, “Waduh! Dompet gue jatoh, Vy, pas tadi gue ngambil kamera!” Gery sibuk meraba kantong.

“Duh, ya udah kita cari dulu dompet lo, Ger. Makan mah ‘nggak penting, bisa ditunda. Isi dompet lo apa aja emang?”

“Hmm, dah ‘nggak usah. Cuma dompet kecil kok, orang paspor sama yang penting-penting gue taro penginapan. Hehe.” Bisa-bisanya anak itu masih sempat tertawa. Dari kejauhan aku dan Gery melihat ada seorang pengamen tua dengan gitarnya. Gery beranjak ke arahnya sambil tersenyum penuh rencana.

“Ger, mau ke mana??” tanyaku. Ku perhatikan setiap gerakannya. Tak lama dia menoleh ke arahku dan memberi isyarat dengan tangannya untuk memanggilku. Aku mendekat.

“Gue nyanyi, lo maen gitar.” kata Gery seraya memberikan gitar si pengamen yang telah dipinjamnya itu. Aku kaget sekali.

Silbermond?” tanyaku.

“Yep. Das Beste ya.” Gery request sebuah lagu. Oh, kenapa sih harus lagu favoritku lagi?

“Oke, Ger.” Aku mulai memetik gitar perlahan membawakan lagu slow itu.

…Du bist das Beste was mir je passiert ist, es tut so gut wie du mich liebst! Vergess den Rest der Welt, wenn du bei mir bist! Du bist das Beste was mir je passiert ist, es tut so gut wie du mich liebst! Ich sag’s dir viel zu selten, es ist schön, dass es dich gibt….!” Ku lihat Gery menyanyikan lagu itu dengan penuh penghayatan, seakan dia benar-benar merasakannya.

Aku dan Gery melantunkan beberapa tembang Silbermond favorit kami. Tak ku sangka semakin lama semakin banyak pengunjung taman yang menonton pertunjukan kami. Suara Gery memang merdu, tak heran lagi banyak yang memberikan uang pada kami.

“Wah, lumayan nih, Vy. Bisa kita bagi dua sama bapak yang punya gitar ini, trus sisanya buat kita makan sama jalan-jalan lagi. Hehe.” ujar Gery sambil menghitung uang yang kami dapatkan. Bapak tua itu tersenyum bahagia sekali ketika Gery mengembalikan gitarnya seraya memberikan sebagian ‘uangnya’ untuk bapak tua itu.

“Sekarang kita ke mana?” tanyaku.

“Ke resto yang tadi laaah..” kata Gery sambil tersenyum dan juga menaik-turunkan alisnya dengan lucu.

Ternyata restoran itu adalah restoran Asia, jadi banyak makanan dari Indonesia juga.

“Wah, gue mau soto ayam. Lo apaan, Ger?” tanyaku.

“Ih, ngikutin aja lo. Gue juga demen soto tau!” kata Gery sambil mencubit pipiku dengan gemas.

Tiba-tiba seorang cowok yang sangat ku kenal masuk ke resto tempat aku dan Gery makan. Tapi dia datang bersama seorang cewek yang juga ku kenal sekaligus sangat aku hindari.

“Eh, lo lagi.” Viona berkata sambil memutar bola matanya ke atas. Kalau soto yang ku makan bukan dari hasil aku dan Gery ngamen, mungkin sudah ku tumpahkan ke mukanya.

“Hai, Fred!” Aku berusaha tak memperdulikan nenek sihir itu.

“Vy?” tanya Fred memastikan. Tak lama sebentuk senyum yang selama ini kunantikan pun terukir di wajahnya.

“Yeah, ‘V’ untuk Victory.” kataku sambil tersenyum dan membentuk inisial ‘V’ dengan jariku.

“Fred, kok jadi ngurusin dia sih? Aku ‘kan minta temenin makan, bukan ngusir kecoa kayak dia.” Viona mengejekku sambil melihatku dengan tatapan mengesalkan. Dia bermanja-manja pada Fred, tapi ku lihat Fred tak nyaman dengan itu.

“Vy, kata Zack lo satu band sama dia ya? Kok ‘nggak pernah bilang sama gue sih.” tanya Fred tanpa mempedulikan cewek yang menarik-narik lengannya sejak tadi.

“Ehehe, iya. Gue malu aja, orang lo juga ‘nggak nanya sih. Hehe. Zack udah nyampe sini ya?”

“Baru nyampe tadi pagi dia. Palingan lagi tidur, haha!” Baru kali ini aku mendengar Fred tertawa secara langsung. “Main dong ke rumah gue. Deket penginapan lo kok.”

“Wah, jadi boleh nih? Kalo gitu besok jangan ke mana-mana ya.”

“Okay!” Fred mengedipkan sebelah matanya. ”Save nomor ponselku ya.” katanya sambil memberikan sebuah kartu nama.

“Oh iya, Fred, kenalin ini temen pelatihan gue, Gery.” Aku menyodorkan Gery ke depan Fred.

“Gery. Just Gery.” kata Gery dengan senyum ramahnya.

“Fred. Frederick” Aku mulai merasa ada aura permusuhan yang Fred tunjukkan.

“Fred, gue sebenernya masih mau ngobrol sama lo. Tapi gue harus pergi dulu nih, and gue juga ‘nggak enak sama cewek lo.”

Was?? Dia emang cewek gue tapi dulu. Ich bin single.” Nada bicara Fred kayaknya terlalu lebay deh, seakan-akan aku ini siapanya saja.

“Oh, hehe. Ya udah ya, bye!”


*     *     *


Aku dan Gery berjalan pulang ke penginapan kami.

“Tadi siapa, Vy?” Nada pertanyaan Gery terdengar seperti menyelidik.

“Emm, itu gebetan gue. Tapi jangan bilang siapa-siapa!” kataku cepat, sambil meletakkan telunjukku di depan bibirku yang mengerucut.

“Kocak lo.”

“Tadi gue kayak orang bego banget ya..”

“Biasa aja.”

“Lo tau tujuan gue ke sini?”

“’Nggak.”

“Hmmh, awalnya gue pengen banget bisa ke Jerman ‘kan gara-gara dia, gue pengen banget ngungkapin perasaan gue ke dia.”

“Cuma ngungkapin? ‘Nggak berusaha untuk ngedapetin? Payah.”

“Lah, so what??”

“Lo jauh-jauh ke sini cuma buat jadi pecundang?” Intonasi Gery mulai terdengar tidak enak.

“Gue ‘nggak ngerti.”

“Ada hal yang seharusnya kita tau, tapi kita ‘nggak tau. Ada hal yang seharusnya kita ‘nggak tau, tapi kita malah tau. ‘Nggak semua hal yang kita inginkan akan terjadi, dan apapun yang akan terjadi mungkin itu yang terbaik buat kita jalani. Sebuah proses pendewasaan diri tentang pembelajaran arti kehidupan akan kita dapatkan kalo kita mencoba akan sesuatu. Terkadang kita berkhayal, bahkan bermimpi kapan khayalan yang kita inginkan akan jadi kenyataan. Selama kita masih bisa bernapas, ‘nggak ada salahnya kita mencoba untuk merealisasikan apa yang kita inginkan.”

“…..” Aku terdiam, menatap Gery. Bukan tak mengerti, tapi terpana mendengar kata-kata Gery yang memang benar.

“Semua orang bisa datang dan pergi dalam hidup kita tanpa kita tau kapan waktunya. Apapun yang sudah atau akan terjadi, jangan biarkan kita menyesal jika kita menoleh ke belakang. Kita sibuk mencemaskan apa yang akan terjadi nanti, padahal kita belum mencoba. Lihat sekeliling kita dengan penuh kesadaran. Jalani apa yang kita mau jalani, karena jalan hidup itu kita yang milih.”

“Ger, makasih ya. Kata-kata lo teramat berarti buat gue.” Aku menatap Gery lekat-lekat. Aku tak pernah mendengar nasehat sebaik ini.


*     *     *



Aku sedang mengunci pintu saat akan pergi keluar penginapan. Ada secarik kertas di bawah keset yang ku injak.


Temuin gue di taman yang kemarin kita nyanyi das Beste di sana, okay.



Gery, gumamku dalam hati sambil tersenyum. Aku bergegas ke taman itu. Aku tengok kanan dan kiri. Niemand.

“DOOORR!!” Seseorang mengagetkanku dari belakang.

“Gery!” seruku.

“Haha, lama banget lo.”

“Dari kapan lo di sini?”

“Yang jelas setelah gue naro kertas tadi di depan kamar lo.”

“Ahahaha, itu sih gue juga tau!” Aku terbahak. “Mau ngajak ke mana lo?”

“Dah lo ‘nggak usah banyak tanya.” Gery spontan menutup mataku dengan selembar kain penutup mata yang dia keluarkan dari kantong mantelnya. Tak lama, dia menuntunku berjalan ke sebuah tempat.

“Udah sampe.” ujar Gery seraya melepas penutup mataku.

“Eh, di mana nih?”, tanyaku.

“Di mana aja boleh..” Gery menjawab asal sambil nyengir. Aku menjulurkan lidah sebagai ungkapan kesal. “Ini namanya Taman Beton.”

“Serem amat namanya, Ger?”

“Lo perhatiin deh, areal di sini keliatannya makin nurun, ‘kan? Itu karena beton-betonnya makin ke sana makin tinggi.” Gery menjelaskan sambil menunjuk ke satu arah.

“Lho, iya ya.”, kataku memperhatikan.

“Taman ini dibangun untuk mengenang enam juta orang Yahudi yang dibunuh Nazi.” Gery menjelaskan. Gery mengajakku berjalan ke seluruh penjuru taman.

“Ger, kok jadi serem ya tempatnya…?” kataku sambil melihat ke sekeliling.

“Bukan serem, tapi mencekam, Vy. Semakin ke dalem, suasana makin hening. Struktur beton persegi panjangnya yang ‘nggak sama tinggi bikin kita ‘nggak bisa nebak apa yang akan kita temuin di depan, atau siapa yang akan menyentuh bahu kita dari belakang.” Mendengar penjelasan Gery, tak sadar aku menggenggam tangannya erat saat kami sampai di bagian taman yang betonnya mulai menjulang.

“Perasaannya jadi ‘nggak nyaman banget ya, Ger.”

“Nah, itulah yang konon dirasakan masyarakat Yahudi di zaman Nazi. Malah katanya sih, mereka merasakan perasaan kayak gini sepuluh kali lipat dari apa yang kita rasain.”

“Ya ampun, sengsara banget ya, Ger, hidup dalam ketakutan gitu.”

“Pelajaran yang bisa kita petik dari hal ini, berarti kita harus membayangkan ada dalam situasi tertentu dulu kalo kita mau tau tentang perasaan yang orang lain alamin. Jadi kita ‘nggak meremehkan perasaan orang gitu aja.”

Das stimmt. Emm, lo orangnya dewasa banget ya ternyata.” Aku menatap Gery sambil tersenyum. Gery membalas tatapanku dengan tatapan yang lebih lekat. Aku terdiam. Aku takut tatapan ini adalah awal dari sesuatu.

Gery mendekat, dan aku masih menggengamnya seperti tadi. Entah mengapa aku merasakan darahku berdesir hangat. Keheningan taman ini pun mendukung moment ini. Gery mendekatkan wajahnya padaku. Hatiku mulai tak karuan! Ku pejamkan mataku perlahan.

“Yahh, kok merem?” Tiba-tiba Gery berkata.

“Lho?” Wajahku terlihat sangat bingung.

“Softlens lo warna apa sih tu? Gue pengen liat, eh lo malah merem.” ujar Gery, santai.

“Gue kira lo mau…” kataku sambil menggaruk kepalaku yang sama sekali tidak gatal.

“Mau apa?” tantangnya sambil nyengir. Duh, kok gue jadi konyol sendiri gini sih, kataku dalam hati. “Lucu lo, Vy.” Gery mengacak poniku.

“Huh..”

“Vy, lo mau ke rumah Fred jam berapa?” tanya Gery mengalihkan pembicaraan.

“Yang jelas sore ini tapi ‘nggak tau jam berapa. Kenapa?”

“Sekarang aja, gue anter.”

“Okay.”

Tak terasa aku dan Gery sampai di depan rumah Fred. Rumah imut dengan halaman rumah yang bisa dibilang besar untuk ukuran rumahnya.

“Ya udah, Vy, gue nganter sampe sini aja ya. ‘Nggak enak kalo Fred ngeliat, ‘ntar disangka ada apa-apa lagi.” kata Gery sambil tersenyum kecut.

“Iya, makasih ya, Ger.” kataku.

“Mau di jemput ‘nggak?”

“’Nggak usah, Ger, kapan-kapan aja. Hehe.” kataku sambil nyengir. Gery membalas dengan senyuman dan lambaian tangan. Tak lama dia berbalik badan dan berjalan menjauhiku. Ku tatap punggungnya hingga menghilang dari pandanganku. Aku menghela napas panjang lalu berbalik ke arah pintu rumah Fred. Aku mengetuk pintu tiga kali.

“Fred? Fred? Ada di rumah ‘nggak?” Aku memanggil ke dalam rumah Fred. Tak ada jawaban. Ku ulangi itu selama sepuluh menit sekali.

Satu jam berlalu. Udara mulai dingin. Angin sore yang lembab menyapu tengkukku. Syal yang sejak tadi ku simpan di dalam kantong mantel akhirnya terpaksa aku pakai. Aku yang sedang duduk, beranjak bangun dari tangga turun di depan pintu rumah Fred.

Aku berjalan menunduk dengan kedua tangan ku masukkan ke masing-masing kantong mantelku. Saat aku sampai tikungan tak jauh dari rumah Fred, aku berpapasan dengan sebuah mobil Jeep biru kehitaman yang berisi dua orang yang sudah tak asing lagi. Fred dan Viona. Ku lihat Viona yang memegang kemudi, dan Fred sedang menatap ke depan dengan pandangan kosong.

Aku berhenti sejenak saat mobil itu lewat di sebelahku. Mobil itu berhenti. Kaca depan terbuka perlahan.

“Bitch!” Sudah bisa ditebak siapa yang berkata seperti itu padaku.

“Vy? Dari mana??” kata Fred yang telah sadar dari lamunannya. Fred terlihat begitu kaget karena bertemu aku di tikungan tersebut.

Jujur, aku agak kecewa dengan pemandangan itu. Aku menjawab pertanyaan Fred hanya dengan senyum kecut, lalu aku melengos pergi.



*     *     *


Sesampainya di penginapan, aku masih tak bersuara sepatah kata pun. Sejak kejadian tadi aku tak mood melakukan apa pun.

Aku melepas sepatu boots kulitku, lalu menggantungkan mantel di balik pintu kamar. Aku duduk di sisi tempat tidurku. Ku toleh lemari kamar, sewaktu di Jakarta ku selalu bersembunyi dan menangis di dalamnya. Aku tak pernah bercerita tentang kesedihanku di depan teman-temanku, bahkan Zack sekalipun karena aku tak ingin berbagi kesusahan dengan mereka. Tapi kali ini aku sudah tak tahan lagi ingin menumpahkan air mataku. Akhirnya aku masuk ke lemari kamar penginapanku. Aku jauh-jauh ke sini hanya untuk menangis di dalam lemari lagi??

Empat puluh lima menit aku menangis di dalam lemari itu. Entah mengapa sesak di dadaku belum juga sirna.

DOK! DOK! DOK!

Pintu kamarku diketuk dari luar.

“Vy?” Aku tahu itu Gery, tapi aku sengaja tetap bersembunyi di situ karena kamarku memang tak ku kunci. Aku dengar langkah kaki Gery mendekat masuk ke kamar. Apa jadinya kalau dia menemukanku ada di dalam sini, menangis pula!

“Vy???!” Suara Gery mulai terdengar keras.

“Gery…?” kataku sambil terisak di dalam lemari.

“HEY!! WER IST DAS??!” teriak Gery, panik. Aku malah makin terisak. Gery mendekati lemari lalu berusaha membuka lemari dengan paksa.

BRAKK!

“Lovytha? Warum bist du hier….?” Gery bertanya sambil menarikku perlahan ke luar dari lemari. Gery menuntunku duduk di sisi tempat tidur. “Ya ampun, lo nangis…?” kata Gery. Dia menghampiriku lalu menghapus air mataku dengan kausnya.

“Ger, bener kata lo. Gue jauh-jauh ke sini cuma untuk jadi pecundang…!” Aku terisak makin keras sambil mengucek mataku dengan sebelah tangan, persis anak umur 5 tahun.

“Sebenernya apa yang terjadi sih, Vy??” Gery mengguncang bahuku.

“Gue rasa gue salah besar, Ger, kalo punya tujuan ke sini demi dia.” Aku terisak sambil menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Sesaat kemudian Gery menghela dan menghembusakan nafas panjang, menandakan bahwa dia tahu siapa yang sedang aku bicarakan. Lalu dia menenggelamkanku dalam pelukannya.

“Gue ‘kan udah pernah bilang : Semua orang bisa datang dan pergi dalam hidup kita tanpa kita tau kapan waktunya. Apapun yang sudah atau akan terjadi, jangan biarkan kita menyesal jika kita menoleh ke belakang. Kita sibuk mencemaskan apa yang akan terjadi nanti, padahal kita belum mencoba. Lihat sekeliling kita dengan penuh kesadaran. Jalani apa yang kita mau jalani, karena jalan hidup itu kita yang milih.”

“Ger, ngomong itu gampang!!” Aku terisak keras di pelukannya. Aku yakin suaraku terdengar tak begitu jelas.

“Vy, lo tau kenapa gue bisa ngomong begitu? Itu karena gue pernah mengalami sesuatu hal yang bikin gue bisa mengambil pelajaran dan kesimpulan dari itu semua.” ucap Gery bijaksana. Aku menoleh, menggeser posisi kepalaku ke arah samping sehingga aku bisa mendengar detak jantung Gery. Tanpa ku sadari isakanku perlahan-lahan berhenti. “Vy, lo belom mencoba mengungkapkan isi hati lo ke Fred, dan lo juga belom tau pasti isi hati Fred terhadap lo. Berarti masih ada kemungkinan Fred punya perasaan yang sama terhadap lo.” lanjut Gery sambil mengusap-usap rambutku.

“Tapi gue takut dia ilfeel atau ‘nggak mau temenan sama gue lagi, Ger, kalo gue jujur tentang perasaan gue ke dia…” Aku melepas pelukannya sambil menghapus air mataku.

“Tuh, ‘kan. Mulai lagi. Lo tuh selalu sibuk mikirin yang belum tentu bakal terjadi. Nih, ya. Kesempatan ‘nggak bakal dateng dua kali. Mending cepetan ungkapin tuh perasaan daripada lo simpen-simpen, ‘tar keburu busuk. Haha!” Gery tertawa sambil menggaruk-garuk kepalanya sehingga rambutnya yang agak gondrong jadi berantakan. Aku suka melihat style-nya.

“Ah, kampred lo! Huhu..”

“Lah, bener ‘kan? Nanti perasaan lo keburu busuk alias lo keburu patah hati gara-gara Fred diambil orang.” Kata-kata Gery membuatku berpikir dua kali untuk terus menyimpan perasaan ini ke Fred.

Pip-pip-pip!

Ponselku berbunyi tanda SMS masuk. Ku lihat layar ponselku : Fred (^_^).


Maaf y td gw ga ngajak lo bareng, cz gw ga enak td tu mobil Viona. Mlm ini bs gw jemput utk candle light dinner di Café Orange 1 jam lg? ich will dich treffen. rep, please.


Tanpa pikir panjang lagi aku langsung membalas pesannya.


Okay, gw bs kok. Gw siap2 dlu y.


“Dah sana mandi dulu.” kata Gery. Tenyata dia melirik ke layar ponselku.

“Gue harus jujur ke dia, Ger?” tanyaku hati-hati.

“Yap.” jawab Gery singkat.

“Tapi jangan pulang dulu lo.”

“Why??” tanyanya bingung.

“Stay here, Okay.” Aku mengedipkan sebelah mata pada Gery dan bergegas masuk ke kamar mandi. Bunyi keran yang berisik menghalangi suaraku yang mandi sambil menyanyikan lagu das Beste dengan riang. Keberisikan itu pun yang membuatku tak mendengar Gery menggumam.

“Maaf, Vy. Gue yang ‘nggak bisa jujur ke lo. Mungkin ini konyol : gue mulai jatuh cinta sama lo sejak pertama gue kenal lo. Ich liebe dich.”


*     *     *


Setengah jam kemudian aku beranjak keluar dari kamar mandi.

“GERY?” teriakku dari dalam kamar mandi.

“Hmm?” jawab Gery asal.

“Merem dulu, gue mau ambil daleman!”

“Iyaa.” kata Gery sambil memejamkan mata dan membelakangiku. Aku cepat-cepat membuka lemari dan mengambil beberapa ‘benda’ dan salah satu dress warna baby pink pilihanku lalu memakainya di kamar mandi.

“Udah, Ger. Boleh melek.” kataku. Gery sudah membuka mata saat dia berbalik ke arah lemari.

“Wew. Benda wasiat lo ada yang jatoh pas lo tadi buka lemari nih kayaknya.” Gery menunduk mengambil benda tersebut. Cowok manis itu mengangkat ‘benda’ bertali itu ke depan wajahnya dengan kedua tangan. “Wah, ternyata bentuknya gini ya.” ujarnya polos sambil memperhatikan.

“Aaaaaaaaaaaaaaa…!!!” Aku berteriak seraya merebutnya. “Ih, ‘nggak sopan!”

“Lah, lo yang jatohin juga.” kata Gery dengan bibir mengerucut. Baru kali ini dia berekspresi seperti itu.

Aku langsung menyimpan ‘benda’ itu lagi ke dalam lemari. Laci lemariku memang terletak di bawah sehingga aku harus berjongkok untuk menyimpannya. Ternyata sedari tadi, diam-diam Gery memperhatikanku.

Hübsch.” ujar Gery. Aku menoleh sambil mengibas rambut lurusku yang berwarna coklat gelap.

“Kenapa tadi, gue ‘nggak denger?” tanyaku polos.

“Lo cantik, Vy.” Ucapan Gery terdengar jujur.

“Oh, ya?” Aku terdiam dan menatap Gery dengan pandangan menunggu jawaban.

“Yap. Menurut gue warna dress lo, pas banget sama kulit lo yang putih langsat.”

“Hmm, mendingan rambut gue disanggul ke atas apa digerai aja?”

“Digerai gitu aja, Vy, soalnya dress lo selutut, yang terbuka trus talinya tipis. Mendingan lo tutupin sama rambut lo yang lumayan panjang, biar ‘nggak terlalu sexy gitu. Mmm, tunggu dulu…” Gery serius sekali memberikan pendapatnya. “…Nah ini baru sempurna.” ujar Gery setelah selesai memakaikan jepit rambut pink-ku yang baru saja dia ambil dari meja di sebelahnya.

“Makasih ya, Ger.” Aku tersenyum manis. Gery membalasnya dengan senyuman yang lebih manis lagi.

“Vy, gue punya sesuatu buat lo. Gue pengen lo nyimpen ini selamanya.” kata Gery. Aku memasang tampang menunggu. Gery merogoh kantong celana pendeknya lalu memberikan selembar foto padaku.

“Lho, ini foto yang waktu itu ‘kan?” kataku girang, sambil memperhatikan fotoku dan Gery bersama patung beruang besar itu. Entah kenapa aku senang sekali melihat Gery yang tersenyum riang sambil membentuk huruf ‘V’ dengan telunjuk dan jari tengahnya, seakan-akan membentuk inisial nickname-ku.

“Iya. Jaga baik-baik ya.”

Pip-pip-pip!

SMS dari Fred.


Vy, udah siap? Gw di dpn penginapan lo.


Aku dan Gery beranjak keluar kamar penginapanku. Setelah aku memakai high heels (yang tumben aku pakai memang khusus untuk hari ini) dan mengunci pintu, aku berpamitan pada Gery.

“Do’ain gue ya, Ger.” kataku dengan wajah memelas.

“Do’a gue selalu menyertai lo, Vy.” kata Gery sambil tersenyum.

“Ya udah gue berangkat dulu ya, Ger. Fred udah nunggu. Auf Wiedersehen.” kataku. Gery menatapku penuh makna. Tak ku sangka dia mencium keningku.

Aku terdiam sejenak, lalu Gery mulai melangkah menjauhiku sambil melambaikan tangan. Aku membalas lambaiannya sambil berbalik. Semoga pilihanku tepat.


*     *     *


“Lo keliatan tambah cantik malam ini, Vy.” ucap Fred sambil menyetir mobil.

Danke sehr, Fred.” kataku sambil tersenyum. Dari intonasi jawabanku yang singkat pun aku terdengar bahagia.

Tak sengaja aku melihat sepucuk undangan di atas tape mobil Fred.

“Siapa yang nikah, Fred?” tanyaku iseng, tak ada bahan pembicaraan.

“Oh, itu? Gue.” jawabnya datar.

“Wah, lo mau nikah ya? Kok gue ‘nggak dikasih tau sih. Gratz ya!” ucapku terdengar agak maksa.

“Hmm, iya.” Fred menoleh padaku sambil tersenyum. Entah mengapa senyuman yang selama ini hadir dalam mimpiku itu kini seakan mimpi buruk bagiku. “Tapi itu baru contoh undangan kok, bukan undangan yang nanti gue bagiin.”

“Oh, tapi tetep aja sombong nih, ‘nggak ngundang-ngundang gue.” kataku, masih bisa menahan gejolak hatiku. Aku tertawa terpaksa.

“Buat apa gue ngundang lo?” Pertanyaan Fred terdengar agak menyakitkan. Tapi ku coba menahan diri agar terlihat tak lepas kendali. Aku melihat sampul undangan pernikahan Fred dari kejauhan : V&F. Viona! Aku merasa bagaikan disambar petir. Jantungku perih seakan dihujam sembilu. Penampilan Fred yang sangat cool dengan setelan jas pun jadi tak berarti bagiku.

Beberapa saat kemudian kami tiba di Café Orange. Langkahku agak sempoyongan saat turun dari mobil Fred. Kami masuk ke Café itu. Aku tak sadar bahwa aku dan Fred bertempat di meja yang sepertinya spesial didekorasi untuk kami berdua. Tak lama kemudian Home band-nya dipersilahkan tampil. Kebetulan IHM belum mendapat job di Orange karena baru satu minggu tiba di Berlin.

Saat Home band-nya mulai naik ke panggung dan bersiap melantunkan sebuah lagu, aku sudah tak memperhatikannya lagi karena kepalaku sudah dipengaruhi gemuruh yang mungkin sebentar lagi membuncah. Aku mulai beranjak melihat ke arah panggung saat aku mendengar dentingan piano dengan melodi yang sangat ku kenal. Das Beste, lagu favoritku! Aku melihat ada seorang cowok dengan setelan jas putih yang memainkan piano, wajahnya terhalang rambut gondrongnya yang khas. Saat dia mulai melantunkan lyric lagu tersebut, aku sadar aku sangat mengenal suara orang yang perlahan melantunkan syairnya. GERY! Dia melihat ke arahku sambil tersenyum penuh makna.

Fred menggenggam tanganku lembut. Dia tersenyum.

“Ngapain juga gue ngundang lo? Emang calon pengantin juga dikasih undangan?” Fred berkata retoris. Aku mengerti maksudnya, tapi aku takut salah! Aku hanya bisa terdiam bingung sejenak.

Ich verstehe dich nicht…” kataku lirih, mataku mulai berkaca-kaca. Aku melepas genggaman Fred dan beranjak bangun dari duduk. “Lo bakal nikah sama Viona, ‘kan??” seruku. Aku langsung berlari keluar Café.

“Vy!” Fred mengejarku. Dia sempat menarik tanganku. Aku menoleh sambil menangis. “Lo kok ‘nggak ngerti-ngerti sih? Yang gue maksud ‘V’ itu lo : Vy!” seru Fred seraya mengacungkan telunjuk dan jari tengahnya ke hadapanku.

“B-bukan Viona? Atau cewek bule yang ada di foto di Facebook lo itu??” tanyaku memastikan. Fred menggeleng sambil tersenyum. Dia membentangkan kedua tangannya dan mengisyaratkan aku untuk mendekat padanya.

Willst du mich heiraten?” Aku mendengar suara Fred lebih keras karena kini aku ada di dalam pelukannya, bahkan aku bisa mendengar detak jantungnya. Aku bisa merasakan pelukan Fred semakin erat.

Ich will nicht nur, aber ich werde. Du bist meine Symphonie.”


*    *    *


Lima tahun kemudian…


“Halo, Jek? Tolong lo cepetan ke rumah gue, bantuin Chessy sama Gery nyari butik buat gaun Chessy and setelan jas Gery. Trus nanti tolong sewa gedungnya sekalian.”

“Lah, kerjaan lo ngapain, Vy?”

“Gue mau calling-calling anak IHM yang laen buat ngisi acaranya nanti lah.”

“Anjrot, enak banget lo ‘nggak rempong kayak gue.”

“Lah, gue juga mesti cepet-cepet takut IHM keburu ada job lagi, Jek. Lagian gue ‘kan repot sambil ngurusin Fred junior nih. Udah tau masih kecil begini.”

“Emang umur berapa sih si Alfredo? Perasaan si Mira ‘nggak gitu-gitu amat.”

“Empat taon, Jek. Anak gue udah bisa jalan, jadi petakilan.”

“Oh iya, ‘kan duluan anak lo tiga tahun lahirnya baru anak gue yak. Hehe.”

“Yaiyalah, ‘kan duluan gue sama Fred merit daripada lo sama Mira. Huuuu…”

“Eh, anak gue ‘kan cewek, nanti pas gedenya kita jodohin yuk? Hihi.”

“Woy, kok jadi ngomongin beginian.”

“Oh iya, ehehe. Eh, alat-alat band udah disiapin?”

“Ude, tenang aja udah diurusin sama Fred. Udah gue pesenin yang bagus semua alatnya, terutama drum. Plus double pedal. Itu ‘kan mau lo?”

“Hehe, tuh tau.”

“Ya udah, mending buruan ke rumah gue sekalian ajak anak-bini lo ye. Ke rumah nyokap-bokap gue maksudnya, coz Chessy sama Gery ada di sana. Nyokap-bokap gue mau ke sini.”

“Iya, bawel. Hehe.”

Pip!

Aku menutup telepon Zack dan segera menghampiri Fred yang sedang bercanda-canda di sofa ruang tamu dengan anakku, Fred junior. Ternyata benar kata ibuku, Waktu hanya ilusi. Apa yang terjadi di masa lalu seakan baru sekerjapan mata saja. Cepat sekali lima tahun berlalu. Aku yang sudah berpredikat S-1 sekarang sedang mengurus rencana resepsi pernikahan Chessy dengan orang yang tak pernah ku sangka-sangka, Gery. Padahal aku seperti baru saja berjalan-jalan ke Markische Museum dan berfoto dengan patung beruang itu bersama Gery, cowok yang aku kenal di pesawat saat aku akan berangkat ke Berlin, dan tahu-tahu dia akan menikah dengan adikku! Ya, waktu memang hanya ilusi. Terkadang aku berpikir waktu berjalan lama sekali, tapi setelah bertahun-tahun dan ketika aku menoleh ke masa lalu, aku merasakan bahwa waktu cepat sekali berputar. Gery benar, apapun yang sudah atau akan terjadi, jangan biarkan kita menyesal jika kita menoleh ke belakang. Aku takkan pernah menyesal

“Mama!” Tiba-tiba Fred Jr. memanggilku dalam gendongan ayahnya. Fred tersenyum padaku. Aku terharu melihat pemandangan ini. Fred dengan senyuman yang dulu hanya ada dalam mimpiku, sekarang telah menjadi milikku. Er ist ja meine Symphonie. Dan kini, ditambah satu senyuman kecil yang melengkapi hidupku.

“Kamu ‘nggak pernah berubah ya, Sayang.” ujar Fred lembut sambil membelai rambut panjangku yang kecoklatan. Fred mencium pipiku.

“Aku mau sun Mama juga…!” Anak laki-laki semata wayangku itu langsung menghambur ke gendonganku.

DOK! DOK! DOK!

“Tolong buka pintu dulu, Pa.” kataku pada Fred. Fred bergegas membukakan pintu.

“Oh, Mamah. Masuk, Mah.” Aku dengar Fred berkata. Pasti itu ibuku, karena Fred menyebut ibunya Mutti, bukan Mamah.

Ibuku langsung memeluk Fred Jr. erat. Aku dan Fred langsung menyalaminya.

“Fredo, kamu mirip banget Papa-mu sih? Idungnya mancung lagi, Jerman banget ya, ‘nggak kayak Mama-mu, pesek. Nah, rambutnya baru mirip Mama-mu, kecoklatan. Papa-mu ‘kan item rambutnya. Tapi rambutmu lurus sama kayak Mama dan Papamu.” Ibuku berkata saat menggendong-gendong Fred Jr. dengan bahagia. Aku dan Fred saling berpandangan sambil tersenyum.

“Papah mana, Mah?” tanyaku.

“Tuh.” jawab ibuku sambil menunjuk ke satu arah. Ayahku baru sampai. Aku langsung menyambutnya dengan pelukan. Fred menghampiri untuk menyalaminya.

Sudah cukup lama aku tak bertemu dengannya sejak ia datang ke pernikahanku di Jerman lima tahun yang lalu, bahkan saat aku, Fred, dan Fred Jr. pindah ke Jakarta setahun yang lalu pun aku belum bertemu dengannya lagi. Rambutnya yang sudah sedikit memutih tak menghalangi pancaran penyesalan yang terlihat dari raut wajahnya. Sudah lama aku tak merasakan kasih sayangnya. Tapi kini semuanya terganti dengan kebahagiaan yang teramat lengkap. Bagiku, selalu ada kesempatan kedua jika seseorang mau merubah diri.



*    *    *    D a s    E n d e    *     *    *